loader

Rakyat Miskin Ekstrem Wilayah Pesisir Indonesia dan Asia Tenggara: Butuh Perbaikan Regulasi Skala Nasional

Foto

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 ini tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia adalah 4 persen atau berjumlah 10,86 juta jiwa dari tingkat angka kemiskinan nasional yang masih sebesar 10,14 persen atau sebanyak 27,54 juta jiwa. Sementara itu, tingkat kemiskinan ekstrem khususnya di wilayah pesisir relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya dan memiliki persoalan yang lebih kompleks. Tingkat kemiskinan di wilayah pesisir sebesar 4,19%, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Dari jumlah penduduk miskin ekstrem sebesar 10,86 juta jiwa, 12,5 persen atau 1,3 juta jiwa diantaranya berada di wilayah pesisir.

ILO Asia Tenggara merilis data pekerja di sektor industri Perikanan. Hingga 2014 lalu, jumlah nelayan Asia mencapai 84,3 persen dan dari Asia Tenggara sebanyak 11 persen. Jumlah Indonesia yang terbanyak, sekitar 2,2 juta, sedangkan Myanmar di urutan kedua dengan 1,4 juta nelayan. Itu pada 2014 lalu, sekarang tahun 2018 jumlah nelayan pekerja bertambah menjadi 3,1 Juta. Penambahan jumlah itu, seiring industri baru tumbuh diberbagai sektor kelautan dan perikanan. Data 2018 dihitung berdasarkan jumlah pendapatan, keluarga, dan industri yang tumbuh.
 
Selama September 2016 - Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik 188,19 ribu orang dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017. Sementara, di daerah pedesaan (bukan pesisir / nelayan) turun sebanyak 181,29 ribu orang dari 17,28 juta orang pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017.
 
Angka laporan ASEAN ada kesamaan dengan kenyataan, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,7 juta. Jadi sisanya ada di Filipina. Penyebabnya adalah kebijakan ekonomi yang tidak tepat dan tak afirmatif terhadap rakyat miskin, nelayan dan masyarakat pesisir umumnya. Angka kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini hanya 0,8 persen dengan garis kemiskinan di bawah Rp.350 ribu per kapita per bulan. Termasuk nelayan dan masyarakat pesisir.
 
Menurut Organisasi PBB untuk Pekerja (ILO) mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk meratifikasi konvensi yang melindungi hak asasi manusia (HAM) pekerja industri perikanan. Pahun 2018 jumlah nelayan Indonesia pekerja bertambah menjadi 3,1 Juta. Sejauh ini, belum ada negara kawasan yang punya regulasi khusus untuk melindungi hak-hak pekerja industri perikanan, padahal mereka rentan jadi korban perdagangan manusia maupun kejahatan internasional lain.

Pada tahun 2018 terdapat sekitar 960.000 buruh migran Indonesia yang bekerja di pelayaran, baik sebagai pelaut maupun anak buah kapal dan separuh di antaranya di industri perikanan. Kenaikan satu persen jumlah berdasarkan data tersebut. Asumsi gaji Rp.10 juta per bulan, tiap bulan mereka menghasilkan sekitar Rp
4,5 triliun devisa.

Melihat dan mengamati banyak masalah konflik antara buruh dengan industri perikanan. Maka, penting sekali ada langkah perlindungan pekerja sektor perikanan karena sangat rentan jadi korban perdagangan manusia, eksploitasi, dan perbudakan. Paling banyak pekerja laki-laki dibanding perempuan. Tetapi, hampir semua kondisinya tidak alami tekanan, perbudakam dan Pemutusan Hubungan Kerja. 
 
Pekerja industri perikanan menghadapi situasi lebih berbahaya dibanding sektor lain karena jam kerja panjang, kondisi cuaca ekstrem, dan lingkungan laut yang berisiko tinggi. Meski belum ada angka yang pasti, sebagian besar pekerja di kapal-kapal ikan merupakan buruh migran dan pekerja industri perikanan dominan tenaga kerja lokal. Tetapi sering mengalami tekanan dan PHK.

Share

Ads