loader

Rakyat Miskin Ekstrem Wilayah Pesisir Indonesia dan Asia Tenggara: Butuh Perbaikan Regulasi Skala Nasional

Foto

Persoalan kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir juga relatif lebih kompleks, karena kelompok miskin ekstrem di wilayah pesisir memiliki beberapa karakteristik. Pertama, dari aspek demografi, anggota rumah tangga miskin ekstrem di wilayah pesisir lebih besar dibandingkan wilayah lainnya dengan rata-rata umur kepala rumah tangga yang lebih produktif. Kedua, dari aspek pendidikan, kepala rumah tangga miskin ekstrem di wilayah pesisir sebagian besar tidak bersekolah dan hanya lulusan SD.

Ketiga, dari aspek perumahan, kelompok miskin ekstrem di wilayah pesisir memiliki akses sanitasi, air bersih, dan penerangan yang kurang memadai jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Keempat, ketenagakerjaan sebagian besar memiliki pekerjaan namun terkonsentasi pada kelompok yang berusaha sendiri atau berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar.

Kelima, dari aspek infrastruktur, menurut Wapres akses sistem komunikasi, jasa pengiriman, dan penerangan di wilayah pesisir perlu diperbaiki. Keenam, kerentanan relatif lebih rawan terutama terkait dengan gizi buruk dan keberadaan pemukiman kumuh atau di bantaran sungai. Akses layanan dasar, akses sekitar kesehatan relatif lebih buruk, terutama terkait rumah sakit bersalin dan poliklinik.

Pekerja industri perikanan menghadapi dua tantangan utama: ketidakjelasan rekrutmen dan penempatan serta eksploitasi tenaga kerja saat bekerja di kapal. Rentannya pekerja industri perikanan menjadi korban perdagangan manusia dan kejahatan internasional. Banyak perusahaan di industri perikanan, belum tahu standar layak untuk pekerjanya. Parahnya lagi, belum ada satu pun mekanisme untuk melindungi pekerja industri perikanan di tingkat regional.
 
Kasus perbudakan di kapal ikan di Benjina dan Ambon maupun ditempat lain. Maka, perlunya perlindungan HAM bagi pekerja industri perikanan, terutama buruh kapal (ABK). Selain harus mengembalikan para buruh kapal ke negara asal, pemerintah Indonesia juga harus meratifikasi hukum internasional untuk melindungi buruh migran sektor perikanan.
 
Pemerintah Indonesia telah memberlakukan larangan untuk sebagian besar penangkapan ikan, berupaya membersihkan pemburu asing yang mengambil miliaran dolar dari sumber daya makanan laut dari perairan negara kesatuan Republik Indonesia. Sebagai hasilnya, ratusan kapal asing sekarang berlabuh di Benjina, membuat sampai 1.000 budak terdampar di pantai. Hal itu juga terjadi di pelabuhan - pelabuhan internasional dan domestik di Indonesia.

Pemerintah mencoba menegakkan aturan yang melarang kapal kargo mengambil ikan dari Indonesia. Praktik ini memaksa para penangkap ikan tinggal di perairan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, pada dasarnya menciptakan penjara mengapung. Penting agar negara-negara kawasan Asia untuk melindungi pekerja industri perikanan. Sebab, jika hanya satu negara yang melindungi, akan susah karena kapal bergerak dari satu negara ke negara lain.
 
Di beberapa industri perikanan Asia dan Indonesia sendiri, buruh laki-laki dan perempuan, banyak menderita akibat absennya penegakan hak-hak dan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia. Isu upah rendah, diskriminasi jender, pelanggaran di tempat kerja, pemotongan upah, serta keterlibatan buruh anak dan kerja paksa merupakan permasalahan yang belum terungkap.
 
Sebuah studi berjudul Precarious Work in the Asian Seafood Global Value Chain yang dirilis dalam Konvensi ILO di Jenewa untuk organisasi penegakkan HAM dan hak-hak buruh perikanan, bahwa penyiksaan pekerja dalam rantai suplai industri perikanan global harus dihentikan dan dapat melindungi pekerja. Kasus perbudakan di kapal-kapal di Indonesia, memperpanjang rentetan sejarah pelanggaran terhadap buruh.
 
Maka, harus ada penjaminan ketersediaan akuntabilitas ke seluruh nilai rantai, serta perhatian khusus terhadap pekerja industri perikanan. Selain itu, harus menetapkan batas penggunaan buruh kontrak, outsourching, dan pekerja mandiri demi perlindungan kerja. Perbudakan modern adalah masalah yang banyak diketahui pada rantai pasokan pekerja perusahaan industri perikanan. Untuk mengakhiri perlakuan buruk terhadap para pekerja. Setiap perusahaan harus memiliki standar perburuhan.
 
Perbudakan modern memengaruhi hampir setiap industri perikanan tidak dalam posisi adanya transparansi di rantai pasokan pekerja. Maka, Indonesia sudah saatnya, gagas dan berlakukan Undang-Undang Perbudakan Modern, sebuah undang-undang yang dirancang untuk memperbaiki upaya memerangi perbudakan.
 
Undang-Undang itu mengharuskan perusahaan untuk menerbitkan laporan tahunan di situs induatri perilusahaan sebagai langkah-langkah pengawasan untuk memastikan perbudakan tidak ada terjadi. Pengawasan tenaga kerja di sektor perikanan masih belum maksimal. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya praktik perdagangan manusia (human traficking), terutama yang menimpa anak buah kapal (ABK). Kondisi itu terjadi karena ABK kapal perikanan saat ini masih belum memenuhi standar kelayakan kesejahteraan. Seperti dilihat dari segi upah dan jam kerja. 
 
Oleh karena itu, salah satu solusinya selain terus perbaiki regulasi-regulasi yang ada, harmonisasi antara pemerintah sebagai produk regulasi dengan para pekerja industri maupun bersama perusahaan. Selama ini perbudakan regulasi disektor perikanan dan kemaritiman di Indonesia masih marak dan sangat tumpang tindih regulasi yang dikeluarkan. Padahal, regulasi pemerintah sebenarnya dapat mendorong kekuatan ekonomi perikanan yang memiliki potensi yang besar.

Share

Ads