HARI BURUH 2022 - diperingati di tengah kecamuk perang Rusia dan Ukraina. Kedua negara bertetanga ini terjebak perang karena dialog yang gagal. Ketika perang meletus, semua pihak mendorong mereka berdialog.
Melakukan dialog di tengah perang hidup mati tidaklah mudah. Terbukti sejumlah dialog sudah dilakukan, namun belum ada hasil yang menjanjikan. Sepertinya kata “dialog” jadi harapan dan mantra yang mampu menghentikan perang. Dalam jejak hubungan kerja tidak sedikit diwarnai “perang”. Hal ini terjadi karena pilihan atau kegagalan dialog.
ILO (International Labour Organisation) aktif mempromosikan dialog sosial. Bukti terkini, selama Pandemi Covid-19, ILO menyimpulkan bahwa dialog sosial telah menolong banyak dunia usaha untuk bertahan dan bangkit dari dampak pandemi. Dialog sosial adalah sebuah proses terus menerus baik formal dan informal untuk: a) konsultasi b) bertukar informasi dan c) bernegosiasi.
Kemajuan teknologi dan kesadaran akan keberlanjutan merobah banyak hal. Bisnis model dan hubungan kerja juga dipaksa beradaptasi. Relasi pekerja dan pemberi kerja mengalami transformasi.
Kabar baiknya, pekerja (organisasi pekerja) dan pemberi kerja berjalan ke arah tujuan yang semakin seirama. Ada irisan yang makin tebal dan saling bergantung. Agenda keberlanjutan (sustainability) menekankan keseimbangan. Dikenal keseimbangan tiga pilar: manusia (people), alam (planet) dan ekonomi (profit). Jadi ada kepentingan bersama dan butuh kerja sama. Indikator keberlanjutan jadi syartat masuk pasar global.
Beragam sertifikasi keberlanjutan pun muncul. Ada yang digagas pelaku pasar. Ada juga jadi regulasi otoritas negara. Masyarakat global pun kemudian menyepakati 17 Tujuan SDGs (Sustainable Development Goals). Tujuan ini akan tercapai dengan kemitraan dan kolaborasi. Adanya kesamaan arah tujuan menolong kerja sama yang lebih mudah. Namun keterampilan dan kapasitas aktor dialog tetap menjadi kunci sukses.