PALEMBANG, GLOBALPLANET - "Hampir semua wilayah di Sumsel, kecuali Palembang, rawan menjadi lokasi peredaran rokok ilegal. Terutama, di daerah yang memiliki wilayah perkebunan. Seperti di perbatasan Jambi dan Sumsel, Kabupaten Musi Banyuasin misalnya," ungkap dia dalam konferensi pers capaian kerja tahun anggaran 2019 di Kantor Wilayah Perbendaharaan Sumsel Perwakilan Kemenkeu, Gedung Keuangan Negara (GKN), Rabu (15/1/2020).
Sepanjang tahun 2019, DJBC Sumbagtim telah melakukan 781 penindakan dengan sebanyak 338 penindakan dari hasil tembakau, yang paling dominan itu rokok polos tanpa pita cukai, yang membuat kerugian negara mencapai Rp12 miliar.
Ia memprediksi penyelundupan rokok ilegal bakal bertambah karena cukai naik di tahun 2020. Dalam pola pengawasan kali ini pihaknya akan lebih melibatkan masyarakat.
"Setelah cukai naik, penyelundupan rokok ilegal berpotensi makin marak. Jadi tugas bersama, termasuk masyarakat. Apalagi untuk realisasi penerimaan negara di sektor bea dan cukai mencapai Rp222,78 miliar atau melampaui 105,03% dari target yang dipatok tahun lalu senilai Rp212,11 miliar," tambahnya.
Berdasarkan pendataan secara rinci, penerimaan dana dari penyelundupan rokok ilegal mempengaruhi kerugian bea masuk senilai Rp104,52 miliar, dan rincian bea keluar sebesar Rp118 miliar dengan angka cukai senilai Rp264 juta.
Kepala Kantor Wilayah Perbendaharaan Sumsel Perwakilan Kemenkeu, Taukhid mengatakan, capaian APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) tahun 2019 secara nasional berada di peringkat empat, dengan realisasi manfaat ekonomi pengelolaan kekayaan negara melampaui target yakni tembus Rp736.704.561.817 dari target awal sebesar Rp129.688.790.722.
"Namun, Sumsel hanya menerima pendapatan Rp12.236.841.683.067 dengan nilai anggaran belanja sebesar Rp45.748.286.644.000 dan menyisakan defisit Rp33.511.444.760.933. Seiring dengan hasil tersebut, pencapaian Sumsel juga tidak seirama dengan penyaluran dana desa yang tidak mencapai target 100 persen," ujar Taukhid.