loader

Relevansi Pancasila Dengan Awig-Awig Sebagai Hukum Adat Masyarakat Bali

Foto

HUKUM - Hukum adat sendiri merupakan suatu peraturan atau kebiasaan yang mengatur dan mengikat pada suatu masyarakat saja, hukum adat sendiri berasal dari kumpulan norma yang bersumber pada keadilan masyarakat tertentu di wilayah tertentu yang selalu berkembang sesuai perkembangan masyarakat itu sendiri.

Pengertian Awig-Awig

Kata Awig-Awig sendiri berasal dari kata “wig” yang memiliki arti rusak dan penambahan huruf “a” menjadi kata “awig” yang memiliki arti tidak rusak atau baik. Awig-Awig sendiri digunakan oleh masyarakat bali sebagai hukum adat yang mengatur kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat Bali yang ajeg dan menuntun masyarakat Bali ke arah yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya.

 Awig-Awig sebagai hukum adat Bali mengenal enam jenis sanksi adat, termasuk mengaksam (minta maaf), dedosaan (denda uang), kerampang (disita harta), kasepekan (tidak diajak bicara dalam waktu tertentu), kaselong (diusir dari desa), dan Upacara Prayascita (upacara bersih desa).

Awig-Awig sebagai suatu hukum adat tidaklah selalu mengikat terhadap seluruh masyarakat, melainkan Awig-Awig dapatlah berbeda dari berbagai daerah dan masyarakat di Bali. Kearifan lokal yang hadir dalam kehidupan masyarakat Bali pun menciptakan terbentuknya berbagai Awig-Awig yang beragam dan juga suatu kelompok masyarakat di Bali dapat memiliki Awig-Awig yang berbeda dengan suatu kelompok masyarakat bali lainnya.

Perbedaan yang ada diantara Awig-Awig setiap kelompok masyarakat Bali bukanlah dimaksudkan untuk mengalami perpecahan ataupun perbedaan pemahaman, namun Awig-Awig hadir dalam masyarakat bali dengan dasar karakteristik yang sama seperti bersifat sosial-religius, konkret dan jelas, dinamis, kebersamaan/ komunal, dan fokus pada aspek sosiologis ketimbang hukum biasa.

Keterkaitan Pancasila dengan Awig-Awig

Pancasila sebagai sumber dari cita-cita bangsa serta inspirasi utama bangsa dan masyarakat Indonesia telah digunakan dan diresapkan ke seluruh masyarakat Indonesia sedari merdekanya negara Indonesia 76 tahun silam.

Pancasila memiliki tujuan utama yakni untuk menciptakan dan membentuk sifat-sifat yang membangun dan memajukan bangsa serta masyarakat menuju tujuan negara. Pancasila sendiri terdiri dari lima sila yang menjadi dasar bagi negara maupun kehidupan masyarakat Indonesia.

Kelima sila tersebut terdiri dari “Ketuhanan yang Maha Esa”, sila kedua yang berbunyi “Kemanusian yang Adil dan Beradab”, sila ketiga dengan bunyi “Persatuan Indonesia”, sila keempat yang berbunyi “Kemasyarakatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” dan sila kelima serta terakhir yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Awig-Awig sendiri pun berasal dari tradisi kebiasaan masyarakat adat Bali, Awig-Awig sejatinya mencerminkan pengimplementasian dari kelima sila pada Pancasila. Hal ini dapat kita lihat dimana Awig-Awig sendiri dalam proses pembuatan Awig-Awig tersebut dimana pembuatan Awig-Awig harus ditentukan hari yang baik, waktu, tempat dan orang suci yang akan membuatnya, seluruh aspek ini harus dipenuhi dalam penciptaan Awig-Awig agar Awig-Awig tersebut memiliki kharisma dan taksu, sehingga telah sesuai dengan amanat sila pertama dari Pancasila yang melambangkan nilai religius atau ketuhanan.

Dalam sila kedua dari Pancasila sendiri tercermin nyata dalam hukum adat Awig-Awig bahwa hukum adat Awig-Awig lebih sesuai serta memiliki banyak kesamaan sebagai hukum atau peraturan yang mengatur sosiologis masyarakatnya atau lebih mudah dimengerti sebagai semacam norma dibandingkan sebuah hukum nasional, hukum adat Awig-Awig menitikberatkan akan kebersamaan masyarakat adat.

 Dalam sila ketiga Pancasila sendiri tercermin pula dalam Awig-Awig dimana Awig-Awig mementingkan kebersamaan atau komunal dimana hukum adat Bali lebih mementingkan rasa persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan, Awig-Awig Bali memandang setiap individu memiliki arti atau tujuan penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan adanya tradisi Awig-Awig ini telah membawa kehidupan masyarakat bali ke arah yang lebih baik dimana dibuktikan dengan sedikitnya perselisihan yang ada dalam masyarakat Bali baik yang berasal dari perbedaan ras, ekonomi, kekuasaan, atau alasan lain melainkan setiap individu dihargai serta dipandang memiliki posisi penting dalam sebuah komunitas sehingga tidak mengherankan adat Awig-Awig ini menghasilkan komunitas yang sangat erat bahkan dapat dikatakan mencerminkan sebuah keluarga besar.

Dalam sila keempat Pancasila sendiri tercermin dari aspek Awig-Awig yang bersifat konkret dan jelas, hal ini terjadi dikarenakan adanya kaidah-kaidah hukum adat yang dibangun berdasarkan asas-asas pokok dengan pengaturan atau peraturan yang lebih detil atau spesifik dibentuk dengan memperhatikan situasi atau kondisi masyarakat.

Sifat dinamis dari Awig-Awig tercermin dalam hukum adat Awig-Awig yang tidak bersifat statis melainkan Awig-Awig selalu mengikuti perubahan yang terjadi didalam masyarakat yang disebabkan oleh perkembangan zaman ke zaman dimana Awig-Awig terus berkemabng untuk memapu mengayomi kebutuhan hukum masyarakatnya dalam melaksanakan hubungan hukum dengan satu sama lainnya.

Dalam sila kelima dari Pancasila sendiri dapat tercermin dalam adanya berbagai sanksi yang terdapat dalam Awig-Awig. Dimana sanksi tersebut dapat berupa mengaksam (minta maaf), dedosaan (denda uang), kerampang (disita harta), kasepekan (tidak diajak bicara dalam waktu tertentu), kaselong (diusir dari desa), dan Upacara Prayascita (upacara bersih desa).

Sanksi-sanksi tersebut berlaku bagi masyarakat yang menganut atau masuk dalam hukum adat Awig-Awig tersebut tanpa membedakan individu dari individu lain sehingga dimata hukum adat Awig-Awig setiap individu memiliki posisi yang sama.

Kesimpulan

Awig-Awig sendiri menjadi suatu tradisi yang mana hingga saat masih diterapkan dalam kehidupan masyrakat Bali dan juga menjadi warisan turun-temurun di kalangan masyarakat Bali. Awig-Awig sendiri dapat menjadi suatu contoh bagi seluruh masyarakat Indonesia, dimana tradisi dan hukum adat tidaklah selalu bersifat statis dan tidak dapat diubah, melainkan Awig-Awig telah membuktikan akan adanya proses adaptasi terhadap budaya dan globalisasi di zaman yang modern ini. Bali yang menjadi pusat dari turis dan wisatawan mancanegara sendiri berhasil untuk tetap memegang teguh terhadap nilai-nilai adat dari Awig-Awig yang secara langsung turut serta mengamalkan dari nilai-nilai Pancasila.

Awig-Awig pun sejatinya mendorong kehidupan masyarakat bali semakin ke arah yang baik, dan juga untuk menjaga tatanan kehidupan masyarakat Bali agar tetap sesuai dengan aturan yang ada baik di bidang agama, budaya, sosial ekonomi serta dengan melestarikan adat dan budaya berdasarkan konsep Tri Hita Karana.

 

Oleh : Theodore Roberto Justin (InternaInternational Business Law 6A - 13501810009 - Universitas Prasetiya Mulya BSD) Dengan Bimbingan Dr. Naupal S. S, M.Hum.

Share

Ads