loader

LPEM UI Mengusulkan Kebijakan DMO dan DPO Sawit Dihapus

Foto

JAKARTA, GLOBALPLANET - Tim peneliti pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk mengangkat harga tandan buah segar (TBS) sawit petani. Salah satu usulannya adalah ekspor minyak sawit diperlancar dengan menghapus kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation).

Berbagai instrumen kebijakan yang berlaku saat ini justru kontraproduktif bagi kinerja industri sawit nasional. Ekspor terhambat, tanki penyimpanan CPO penuh, dan harga TBS petani anjlok.

Ketua Tim Peneliti LPEM FEB UI Eugenia Mardanugraha mengatakan, tak mungkin harga TBS petani bisa naik jika ekspor minyak sawit (CPO dan produk turunannya) terhambat.

“Tercatat ada enam instrumenekspor sawit yang diberlakukan pemerintah, yakni bea keluar (BK), pungutan ekspor (PE), DMO, DPO, persetujuan ekspor, dan flush out (FO). Ini sangat memberatkan,” kata Eugenia dalam diskusi virtual yang memaparkan hasil kajian LPEM UI tentang “Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Minyak Goreng Bagi Petani” di Jakarta, Senin (1/8).

Agar tata niaga di industri sawit kembali normal dan harga tandan buah segar (TBS) kembali meningkat, maka pemerintah harus menghapus DMO, DPO, persetujuan ekspor, dan flush out. “Pemerintah cukup menerapkan BK dan PE saja,” katanya.

Walaupun dari hasil penelitiannya merekomendasikan mempertahankan BK dan PE, namun Eugenia memberi catatan bahwa tarif BK dan PE hendaknya tidak diberlakukan progresif atau bertingkat.

“Itu bukan mekanisme yang ideal. Sebab semakin tinggi harga CPO dunia, makin tinggi pula tarif pajak yang dibebankan eksporter. Karena itu, tarifnya harus diturunkan, jangan progresif. Jika itu tetap diberlakukan progresif ya sama saja tidak ada insentif bagi eksporter CPO,” katanya.

Menurutnya, tarif BK dan PE tersebut harus berlandaskan harga referensi yang sesuai, serta mampu menyesuaikan dengan segera atas dinamika pasar. Ironisnya, pemerintah selama ini menggunakan harga referensi dalam menetapkan BK dan PE berdasarkan harga internasional (Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 26/M-DAG/PER/9/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Turunan Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar).

Padahal harga internasional (harga CPO CIF Rotterdam dan harga CPO bursa Malaysia) biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan harga CPO bursa Jakarta. Misal pada tanggal 22 Juli 2022, harga CIF Rotterdam USD1.185 dan harga CPO bursa Malaysia USD907 dan harga CPO bursa Jakarta USD893.

Eugenia yakin dengan penyederhanaan kebijakan ekspor ini kinerja ekspor sawit nasional akan kembali normal dan pada akhirnya akan mendongkrak harga TBS petani.

“Satu-satunya cara untuk mendongkrak harga TBS ya hanya peningkatan ekspor CPO dan produk turunannya. Jika ekspor sawit meningkat dan kembali normal, maka harga TBS akan ikut naik, karena ini saling terkait,” katanya.

Pemerintah saat ini menghapus PE yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Agustus 2022. Menurut Eugenia, sebaiknya penghapusan PE ini dilanjutkan sampai ekspor sawit mencapai 4 juta ton per bulan atau harga TBS petani swadaya di atas Rp2.000 per kilogram.

Share

Ads