JAKARTA, GLOBALPLANET - Pengurus Gapki Agung Wibowo di Jakarta, Kamis menyatakan kebijakan tersebut akan berdampak kepada peremajaan truk mencapai sekitar 14.628 unit/tahun (untuk truk yang berumur 10 tahun), dengan potensi anggaran yang dibutuhkan Rp10 triliun. Selain itu juga akan berdampak terhadap 1.625 perusahaan.
"Namun demikian Gapki tetap melakukan persiapan menuju bebas truk ODOL tersebut, dengan beragam strategi misalnya, mempersiapkan tambahan jumlah truk menjadi 2 kali dari saat ini. Lantas, mempersiapkan tambahan jumlah supir menjadi 2 kali dari saat ini," ujarnya.
Kemudian, mempersiapkan dana tambahan untuk kebutuhan investasi tambahan, modikasi dan operasional tambahan. Termasuk mempersiapkan proses tambahan (loading dan unloading) sehingga tidak terjadi antrean yang panjang.
“Termasuk meminta persiapan penambahan lebar jalan maupun kelas jalan sesuai dengan bertambahnya armada truk yang akan beroperasi,” ujarnya dalam webinar yang diadakan Forum Jurnalis Sawit (FJS), bertajuk “Kesiapan Perkebunan Menyiapkan Langkah langkah Strategis untuk Mewujudkan Program bebas Truk ODOL” .
Agung menyatakan bagi pelaku perkebunan kelapa sawit penerapan kebijakan tersebut menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi, lantaran dengan luasnya perkebunan kelapa sawit yang tersebar di 22 provinsi, dimana 13 provinsi diantaranya menguasai 95 persen sentra produsen sawit terbesar Indonesia, yakni Sumatera, Kalimantan-kecuali Kaltara, Bangka-Belitung), dengan produksi crude palm oil (CPO) total mencapai 40,6 juta ton.
Selama periode 2019-2020, tambahnya, terdapat beragam hambatan yang menyangkut isu angkutan atau logistik, seperti hambatan penerbitan dan perpanjangan Keur (truk kebun dan jalan raya) berdampak pada 13 provinsi.
Kemudian hambatan permintaan normalisasi truk berdampak pada 13 provinsi dengan potensial biaya normalisasi mencapai Rp2,1 triliun. “Ongkos angkut berpotensi meningkat hingga dua kali lipat atau setara dengan Rp32 triliun per tahun,” katanya.
Hambatan lainnya, lanjutnya, berupa hambatan denda tilang, hambatan larangan masuk jalur tol truk CPO dan di 2021 muncul relaksasi Zero ODOL sampai dengan awal 2023.
Kementerian Perhubungan (Kemhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) terus mendorong Indonesia bebas kendaraan dengan muatan berlebih (over dimension and overloading atau ODOL) pada tahun 2023.
Kebijakan ini terbit menyusul munculnya beragam permasalahan seperti, kecelakaan lalu lintas, kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan, tingginya biaya perawatan infrastruktur. Kendaraan ODOL ini juga bisa mengurangi daya saing internasional karena tidak bisa melewati pos lintas batas negara (PLBN).
Sementara itu, Direktur Prasarana Transportasi Jalan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat (Kemenhub) Mohamad Risal Wasal mengatakan, kendaraan ODOL bisa mengurangi daya saing internasional, karena tidak bisa melewati pos lintas batas negara (PLBN). Muatan berlebih juga bisa memperpendek umur kendaraan, serta menimbulkan polusi udara yang berlebihan.
Menurut Risal Wasal, perumusan kendaraan ODOL ini telah dilakukan sejak 2017. Pada 2020, dilakukan rapat antara Kemenhub, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Korlantas Polri, serta asosiasi industri untuk membahas aturan ini.
“Dalam rapat tersebut menghasilkan kesepakatan bebas ODOL 2023,” kata Risal Wasal.
Setelah kebijakan ODOL ini diterapkan, kata Risal Wasal, Kemenhub akan melakukan penertiban/normalisasi/pemotongan kendaraan bermotor yang over dimensi. Penertiban ini terutama dilakukan bagi kendaraan produksi sebelum tahun 2019.
Adapun pelaksanaan normalisasi/pemotongan akan dilakukan oleh perusahaan karoseri/bengkel karoseri. “Kendaraan yang akan dilakukan normalisasi kendaraan yang tidak memiliki Buku Uji/KIR atau kendaraan yang memiliki Buku Uji/KIR,” kata Risal.