loader

Bijak Manfaatkan Dana THR, Ayo Berinvestasi

Foto

MEDAN, GLOBALPLANET.news - Nah, seperti bisa diprediksi, duit THR yang diperoleh biasanya akan dialokasikan untuk belanja baju lebaran, kue-kue, dan belanja berbagai pernak-pernik, sampai perabot baru pengisi rumah. "Tetapi, adakah masyarakat yang berpikir untuk mengalokasikan uang THR untuk berinvestasi?" tanya Kepala Kantor Perwakilan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, Muhammad Pintor Nasution, kepada para wartawan di Medan, Senin (10/5/2021). 

Ia juga melihat yang menikmati keuntungan dari masyarakat belanja menggunakan dana THR itu adalah para entrepreneur seperti penjual kue lebaran, baju, kain, dan lainnya. “Bagaimana kalau keuntungan usaha dan THR itu dialokasikan sepertiganya untuk dana investasi?” kata Pintor kembali dengan nada bertanya. 

Ia menyebutkan, dengan mengalokasikan 30 persen saja dana THR untuk investasi, otomatis tidak mengganggu biaya kebutuhan rutin. "Yang 70 persen itu kan masih bisa digunakan untuk memenuhi keinginan dan berbagi selama Lebaran," kata Pintor.

Ia memastikan akan lebih ringan menyisihkan uang THR untuk investasi dibanding menggunakan pemasukan tiap bulan. “Nah, kalau rutin dilakukan setiap tahun, lama-lama nilai investasi akan menggunung dalam jangka panjang,” ujar Pintor.

Ia mengingatkan, sebenarnya berinvestasi itu dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan di masa depan., karena nilai uang di masa depan bisa menurun akibat inflasi atau ada kenaikan harga barang dan jasa. Jika hanya menabung, kata Pintor, bisa jadi nilai uang yang disimpan sulit untuk mencukupi kebutuhan pada 10 atau 20 tahun lagi.

Contoh, ujar Pintor, saat ini harga satu unit kendaraan sejenis MPV sekitar Rp 200 juta. Bila mau membeli mobil MPV sepuluh tahun lagi, berarti setiap tahun dari sekarang kita akan menabung Rp 20 juta. 

"Coba kita bayangkan, 10 tahun kemudian, ketika uang kita sudah terkumpul Rp 200 juta, apakah harga mobil MPV masih sama? Mungkin saja saat itu harga MPV sudah melonjak menjadi Rp 300 juta. Artinya, nilai uang yang kita miliki akan tergerus inflasi. Kerja keras menyimpan uang di tabungan menjadi tidak berarti," ujar Pintor. Salah satu cara untuk membuat nilai uang kita tetap sama dengan nilai uang di masa depan adalah dengan berinvestasi. 

Sementara, kata dia, menabung tujuannya untuk mempersiapkan dana likuid dalam jangka pendek. Uang di tabungan semestinya betul-betul hanya untuk penyimpanan uang kebutuhan sehari-hari sampai dengan setahun saja.

"Berapa besar angka inflasi tahunan? Tergantung dari jenis barang atau jasa. Bisa berbeda-beda. Inflasi umum pada bulan April 2021 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 1,42 persen (yoy). Angka ini fluktuatif setiap tahun," ujar Pintor.

Sebelum pandemi, jelas Pintor, angka inflasi jauh lebih tinggi karena daya beli masyarakat yang lebih tinggi pula. Bahkan, inflasi untuk kelompok barang yang pergerakan harganya cukup bergejolak (volatile goods), seperti bahan makanan tertentu, kenaikannya melampaui inflasi umum, yaitu sebesar 2,73 persen (yoy).

"Sekarang pertanyaannya, ke mana sebaiknya kita mengalokasikan dana investasi agar mendapatkan hasil sama atau melebihi kenaikan harga atau inflasi tersebut?” tanya Pintor.

Pada masa lalu, Pintor mengingatkan, orangtua atau kakek-nenek kita biasa mengatasi inflasi dengan membeli emas atau tanah. Ketika ada kebutuhan di masa depan, mereka menjual emas dan aset tanah. Namun, berinvestasi dalam bentuk barang atau tanah tentu tidak mudah. "Apalagi jika ada kebutuhan yang sifatnya mendadak atau segera," kata Pintor.

Di masa modern saat ini, kata Pintor, ada pilihan investasi yang lebih praktis dan likuid (mudah diuangkan), yakni dengan 
membeli reksadana di manajer investasi maupun saham yang tercatat di BEI, atau biasa disebut dengan investasi portofolio.

"Saham atau reksa dana yang dibeli sebagai investasi, bentuknya berupa bukti kepemilikan elektronik, sehingga tidak susah disimpan. Bandingkan dengan investasi emas yang membutuhkan tempat penyimpanan dan risiko kehilangan. Sementara investasi tanah dan bangunan membutuhkan biaya perawatan dan pajak tahunan," kata dia.

Sebaliknya, ujar Pintor, saham atau reksa dana mudah dijualbelikan di BEI. Setiap hari ada transaksi jual dan beli di pasar saham. Harga yang terbentuk juga berdasarkan harga penawaran dan permintaan melalui sistem perdagangan, sehingga tidak perlu repot menentukan harga. "Bandingkan dengan menjual aset tanah yang bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan untuk menemukan harga dan pembeli yang cocok," ujar Pintor. 

Saat ditanya apa beda antara saham dan reksa dana, Pintor menjelaskan, untuk membeli saham, seorang investor harus mengerti dan punya waktu untuk memilih saham-saham yang tepat. Sementara melalui reksa dana, investor bisa mempercayakan kepada manajer investasi yang menjadi pengelola reksa dana.

"Dana investasi untuk membeli reksa dana juga relatif lebih terjangkau karena bisa dibeli dalam pecahan unit reksa dana mulai dari Rp 100.000. Sementara untuk saham minimal pembelian sebanyak 1 lot (100 lembar saham) dengan harga per lembar saham yang bervariasi," beber Pintor. 

Apapun yang dipilih, Pintor meyakinkan masyarakat bahwa hasil investasi saham dan reksa dana bisa memberikan keuntungan (return) yang optimal untuk melawan inflasi dalam jangka panjang. Tentu, kata dia, dalam perjalanannya akan ada risiko fluktuasi (naik turun) harga saham. 

"Namun sejarah menunjukkan, dalam siklus 5 dan 10 tahun, trennya terus meningkat yang sekaligus menunjukkan ruang untuk bertumbuh masih besar. Oleh karena itu, tidak perlu lagi untuk rutin berinvestasi. Apapun pilihan Anda, saya dan seluruh tim di BEI Sumut mengucapkan selamat berinvestasi menyambut Hari Raya," tegas Pintor Nasution.

THR

Share

Ads