PALEMBANG, GLOBALPLANET - Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meyakini bahwa persoalan minyak goreng bukan disebabkan praktik kartel. Kelangkaan minyak goreng di pasaran dan minimnya ketersediaan kemungkinan diakibatkan perubahan kebijakan yang cepat, sehingga membuat pelaku industri dari hulu ke hilir butuh waktu untuk meresponnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Selatan Alex Sugiarto mengatakan, kelangkaan minyak goreng di beberapa wilayah bukan karena bahan baku.
“Berdasarkan data GAPKI, kebutuhan bahan baku minyak sawit untuk industri dalam negeri tercukupi, konsumsi dalam negeri untuk pangan, biodiesel dan oleokimia, 36% dari produksi nasional,” kata Alex Sugiarto dalam seminar Temu Netizen dengan tema “KUPAS TUNTAS MITOS DAN FAKTA KELAPA SAWIT” yang berlangsung di Hotel Harper Palembang, Senin (28/2/2022).
Lanjutnya, bahwa kebutuhan minyak sawit untuk konsumsi pangan sekitar 8,9 juta ton dan dari jumlah ini, kebutuhan untuk konsumsi minyak goreng dalam negeri di kisaran 3 juta ton (survei BPS, konsumsi minyak goreng sawit di tingkat rumah tangga di Indonesia th 2021 adalah 11,58 liter/kapita/th).
Untuk diketahui kata Alex Sugiarto, bahwa anggota GAPKI adalah perusahaan/pengusaha perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit/CPO, sedangkan industri minyak goreng tergabung dalam GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia).
“Industri minyak goreng tidak terintegrasi dengan perkebunan/pabrik kelapa sawit, sehingga kenaikan harga CPO turut mempengaruhi biaya produksi industri minyak goreng, karena membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri,” jelasnya.