PALEMBANG, GLOBALPLANET - Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) yang merupakan gabungan asosiasi pengusaha sawit dan pemerintah, akan menyurati Presiden Joko Widodo terkait polemik langkanya minyak goreng (migor).
DMSI mengusulkan agar pemerintah menerapkan subsidi langsung nontunai berbasis kartu yang diberikan kepada masyarakat untuk membeli migor. DMSI menyebut skema itu sebagai Dana Tunjangan Kemahalan Minyak Goreng atau DTKM. Kebijakan ini sekaligus menggantikan aturan kewajiban pasar domestik (domestic market obligation atau DMO) dan harga eceran tertinggi (HET).
Surat itu akan dikirimkan hari ini, jika kuorum anggota DMSI terpenuhi. "Kementerian Perdagangan (Kemendag) nggak bakal setuju, jadi kami bikin surat ke Presiden kalau kuorum memenuhi. (Oknum) di lapangan lebih pintar, itu diatasi dengan Kartu DTKM," kata Ketua DMSI Sahat Sinaga dikutip Globalplanet dari Katadata, Senin (14/3)
Sahat menjelaskan dana subsidi DTKM dapat berasal dari bea keluar ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil/CPO. Sahat menghitung bea keluar yang dibutuhkan negara seharusnya sekitar US$ 57 per ton, sedangkan bea keluar saat ini adalah US$ 200 per ton.
Menurutnya, pemotongan bea keluar pada April-Juni 2022 dapat memenuhi anggaran subsidi dengan skema Kartu DTKM tersebut. Adapun, penyaluran dana subsidi bisa melalui Kementerian Sosial (Kemensos) setelah bekerja sama dengan Badan Pengatur Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Skema yang diusulkan ini merupakan hasil adopsi kebijakan pemerintah Malaysia dalam mentabilisasikan harga minyak goreng. Malaysia berhasil menurunkan harga migor dari 7,6 Ringgit Malaysia menjadi 4,2 Ringgit Malaysia.
Migor dengan harga 4,3 Ringgit Malaysia hanya diberikan pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sedangkan selisih senilai 3,4 Ringgit Malaysia akan diberikan oleh pedagang setelah menyerahkan bukti penjualan resmi yang telah tersambung dengan sistem perpajakan.