Head of International Subsidiary Banking HSBC Indonesia, Charles Kho mengutarakan Taksonomi Hijau menjadi titik awal standar bahasa rujukan yang sama bagi perbankan.
Namun, ke depannya dokumen ini saja tidak cukup, perlu adanya pengembangan standar pelaporan dan pemaparan progress aktivitas hijau secara berkala untuk mencegah terjadinya potensi praktik greenwashing.
“Dalam konteks palm oil kami dan rantai pasoknya, kami akan focus pada Green Loan-Sustainability Linked Loan (SLL), Trade Financing-Sustainability Linked Trade Load (SLTL) dan Sustainability Supply Chain Financing (SCCF) yang menggunakan dasar Green Loan Principles,” paparnya.
Charles menekankan yang terpenting perusahaan memiliki indeks kinerja utama (KPI), target kinerja keberlanjutan (SPT), tata kelola yang baik agar pelaporan dan verifikasi terukur.
Ia berharap produk green loan-financing HSBC Indonesia dapat menjadi katalis percepatan aktivitas ekonomi yang dapat meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial.
Secara garis besar, dialog ini meyakini bahwa sawit berkelanjutan merupakan industri unggulan yang memiliki peran penting dalam mendukung upaya terciptanya ekonomi rendah karbon di Indonesia.
Presidensi G20 menjadi ruang bagi Indonesia menjadi leading sustainable palm oil dengan urgensi pendekatan climate change oleh negara.
Sudah saatnya isu keberlanjutan menjadi tanggung jawab kolektif yang membutuhkan sinergi lintas sektor yang kuat.
Upaya multipihak yang dilakukan oleh pemerintah, sektor jasa keuangan dan lembaga sertifikasi diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang membuat pelaku industri hilir dan hulu sawit berlomba-lomba untuk menerapkan praktik bisnis yang berwawasan lingkungan dan sosial.