PALEMBANG, GLOBALPLANET - Perjuangan Kartini akan terus berlanjut hingga kini, termasuk salah satunya pada komoditas kelapa sawit di Indonesia.Dalam rangka hari Kartini, perempuan sangat berperan dalam menumbuh kembangkan komoditas kelapa sawit.
Aspek pekerja perempuan di industri sawit mendapat perhatian luas untuk tujuan perbaikan. Jika membicarakan sawit berkelanjutan/lestari akan timpang jika analisa gender belum digunakan dalam proses penerapannya.
Menurut Ketua bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Sumarjono Saragih perkebunan sawit di Indonesia melibatkan sedikitnya 16 juta pekerja. Belum lagi petani disebutkan sebanyak 2 juta. Artinya dengan asumsi separuhnya adalah perempuan maka ada 9 juta pekerja perempuan.
“Ada 6 hal pekerjaan rumah (PR), baik yang sudah dilakukan, Sedang Dilakukan dan akan dilakukan GAPKI,” kata Sumarjono Saragih dalam Webinar dengan tema ‘Perlindungan Perempuandi Kebun Kelapa Sawit’ pada Kamis (21/4/2022).
Menurutnya, 6 hal yang sudah dilakukan, Sedang Dilakukan dan akan dilakukan dalam upaya perlindungan pekerja perempuan di kebun sawit yakni, mengenai status para pekerja, kemudian pengupahan, dialog sosial, perlindungan anak dan gender, kesehatan dan jaminan perlindungan tenaga kerja (K3) dan pengewasan pemerintah.
“Salah satu upaya yang sudah kita lakukan yakni dengan menerbitkan buku panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit. Buku ini bisa menjadi panduan bagi seluruh anggota GAPKI dalam upaya membangun Rumah Perlindungan pekerja perempuan (RP3) dan upaya-upaya lain untuk melindungi pekerja perempuan di perkbunan kelapa sawit,” tambahnya.
Buku Panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit, merupakan buah kerja bersama antara pengusaha dan buruh.
“GAPKI sebagai organisasi pengusaha berkolaborasi dengan serikat buruh nasional (HUKATAN) dan serikat buruh Eropa-Belanda (CNV). Model penyusunan seperti ini sengaja dipilih. Diharapkan isi panduan ini akan lengkap dan menjawab kebutuhan bersama. Juga ada rasa memiliki dan ikatan moral emosional yang akhirnya memunculkan kesadaran kepatuhan bersama, buruh dan pengusaha,” tandas Sumarjono.