PALEMBANG, GLOBALPLANET - Harga minyak sawit yang melambung tinggi didorong dengan beberapa faktor yang menyebabkan tingginya harga minyak sawit.
Tren peningkatan harga minyak sawit dunia telah terjadi sejak pertengahan tahun 2019 hingga saat ini. Harga minyak sawit dunia pada CIF Rotterdam basis periode 9 Maret 2022 yang sebesar US$2.010 per ton merupakan all-time high level.
Melansir laman Palm Oil Indonesia pada Kamis (7/4), berikut lima efek yang bekerja secara konvergen yang membuat harga minyak sawit membumbung tinggi seperti saat ini.
1. Efek El Nino
Penurunan curah hujan serta asap dan cekaman kekeringan akibat karhutla yang terjadi di bulan puncak produksi tahun 2019 menyebabkan produksi minyak sawit menurun. Penurunan produksi minyak sawit di tahun 2019 juga diperparah dengan penurunan produktivitas akibat berkurangnya penggunaan pupuk, belum optimalnya program peremajaan kebun sawit, dan berlakunya Inpres Moratorium.
Sementara itu, negara produsen minyak nabati lainnya seperti Argentina, Brazil, dan Paraguay mengalami fenomena tersebut pada 2021 yang berdampak pada penurunan produksi minyak kedelai dunia. Produksi minyak rapeseed Kanada dan Perancis juga mengalami penurunan akibat kekeringan.
2. Efek Pandemi Covid-19
Implementasi kebijakan lockdown dan pembatasan aktivitas sosial ekonomi di masa pandemi menyebabkan gangguan produksi dan supply chain pada seluruh komoditas di dunia, termasuk minyak nabati. Panen minyak sawit di Malaysia mengalami penurunan akibat kelangkaan tenaga kerja di masa pandemi. Demikian juga, penanaman kedelai, rapeseed dan bunga matahari mengalami penundaan akibat pandemi. Distribusi minyak sawit ke negara importir juga mengalami gangguan akibat terhentinya sementara lalu lintas kontainer dan kapal tanker dalam masa implementasi kebijakan lockdown.
3. Efek Perang Rusia – Ukraina
Rusia dan Ukraina memiliki posisi yang cukup penting dalam supply chain global. Rusia termasuk dalam Top-3 produsen minyak mentah terbesar dunia dan tercatat sebagai eksportir kedua terbesar di dunia. Rusia dan Ukraina juga merupakan produsen dan eksportir utama minyak biji bunga matahari dunia. Dengan posisinya tersebut, pecahnya perang Rusia dan Ukraina berdampak pada aliran perdagangan dunia terutama untuk komoditas minyak mentah dan minyak biji bunga matahari. Gangguan distribusi minyak biji bunga matahari akibat perang tersebut berdampak pada kekurangan stok sehingga menimbulkan excess demand negara importir. Kelebihan permintaan tersebut kemudian diisi oleh minyak sawit untuk mensubstitusi kebutuhan minyak biji bunga matahari dunia.
4. Indonesian Effect
Sebagai produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki tiga kebijakan utama dalam pengelolaan industri minyak sawit yakni pungutan ekspor (levy), hilirisasi domestik, dan mandatori program B30. Implementasi ketiga kebijakan sawit tersebut akan berdampak pada perubahan volume suplai minyak sawit Indonesia. Mengingat posisi Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir terbesar dunia, perubahan volume pasokan minyak sawit Indonesia ke pasar dunia akan mempengaruhi dinamika pasar minyak nabati dunia.
5. Ramadhan Effect
Bagi industri sawit, bulan Ramadhan dan Idul Fitri berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi minyak nabati, termasuk minyak sawit sekitar 5-10 persen dibandingkan kondisi normal. Peningkatan konsumsi tersebut menyebabkan harga minyak nabati dunia mengalami peningkatan.