JAKARTA, GLOBALPLANET - Komoditas kelapa sawit (crude palm oil/CPO) hasil Indonesia memiliki potensi daya saing tinggi di sektor hilir dengan produksi nasional yang mencapai 52 juta ton. Bukan hak mustahil bila Indonesia bakal menjadi pemasok kelapa sawit terbesar dengan persentase sebanyak 45 persen dari kebutuhan dunia.
Hal itu disampaikan Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian perindusrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, bahwa pemerintah terus mendorong hilirisasi sawit nasional.
Tentu saja, program hilirisasi sawit tujuannya mulia. Agar kelapa sawit memiliki nilai tambah yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja. "Kami mencatat di perindustrian terdapat 160 produk hilir yang mampu diproduksi di dalam negeri. Baik untuk keperluan pangan, nutrisi, bahan kimia, dan bahan bakar energi baru terbarukan,” papar Putu, Kamis (16/9/2021)
Dikutip dari indonesia.go.id, saat ini, industri minyak sawit Indonesia melibatkan sekitar 21 juta orang tenaga kerja, termasuk yang bekerja paruh waktu. Dari 14 juta hektare kebun sawit, sebanyak 30 persen diusahakan di kebun rakyat, dan 70 persen lainnya oleh korporasi dan BUMN.
Guna mendorong hilirisasi dan menjadikan Indonesia sebagai raja oleokimia berbasiskan kelapa sawit, Putu mengatakan, pemerintah tetap berfokus tiga jalur hilirisasi industri CPO. Yakni hilirisasi oleopangan, oleokimia, dan biofuel. "Untuk hilirisasi oleopangan akan menghasilkan seperti minyak goreng sawit, margarin, selai mentega, vitamin A, vitamin E, es krim, shortening [lemak nabati], creamer, cocoa butter atau specialty-fat, dan banyak lainnya," ujarnya.
Sementara untuk hilirisasi oleokimia akan produk seperti biosurfaktan (produk detergen, sabun, dan sampo), biolubrikan (biopelumas), dan biomaterial (bioplastik). Terakhir, hilirisasi biofuel akan menghasilkan produk seperti biodiesel, biogas, biopremium, dan lain-lain. Namun, masih banyak produk yang bisa Indonesia hasilkan dengan memanfaatkan CPO.
Dikatakan Putu, kemenperin terus melakukan percepatan dengan penggunaan minyak sawit kualitas IVO/ILO sesuai Nomor 8875.2020 untuk produk eleokimia dan turunannya. “Jadi, pelaku industri tak lagi harus menggunakan CPO/CPKO yang lebih mahal,” katanya.
Pelaku industri nantinya juga dapat mengkomersialisasikan hasil-hasil inovasi yang ada di bawah Badan Litbang Kemenperin dan akan dibantu dengan pilot plant yang disediakan pemerintah. “Fasilitas pilot pant adalah jalan yang membawa industri mengadaptasikan inovasi dari Balai Besar Industri Agro, agar kesenjangan antara skala industri dan skala penelitian bisa terjembatani,” ucapnya.