JAKARTA, GLOBALPLANET - Tiga tahun yang lalu, pemerintah Indonesia membuktikan kepeduliannya tehadap isu lingkungan dengan menerbitkan berkomitmen mengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Tiga tahun lalu, pemerintah telah sepakat menerbitkan upaya dalam pemenuhan komitmen pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, sebagai bentuk bukti bahwa pemerintah Indonesia tidak mengabaikan isu lingkungan.
Apalagi selama ini perkebunan kelapa sawit dianggap menjadi biang deforestasi, merusak lingkungan hingga terseret dalam isu gender.
Sebab itu, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2019 terkait dengan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019 – 2024 (RAN-KSB).
Dimana strategi yang akan diterapkan melalui pendekatan multi pihak yang dikoordinir oleh pemerintah melibatkan pelaku usaha (pengusaha & pekebun), asosiasi dan organisasi kemasyarakatan.
Sejatinya, RAN KSB memiliki lima pekerjaan besar dalam upaya menuju pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan diantaranya;
Pertama, melakukan penguatan data, penguatan koordinasi, dan infrastruktur.
Kedua, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun.
Ketiga, melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Keempat, menerapkan tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa, serta
Kelima, melakukan dukungan percepatan pelaksanaan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/lSPO) dan meningkatkan akses pasar produk kelapa sawit.
Dari lima komponen ini dijabarkan menjadi 28 program kemudian 92 kegiatan dan hasilnya diharapkan ada 118 keluaran. Pelaksanaannya ditugaskan kepada 14 Kementerian/Lembaga beserta Gubernur dan bupati/walikota di 26 provinsi penghasil sawit.
Namun demikian terpenting dari pelaksanaan RAN KSB ialah diperlukan peran serta segenap pemangku kepentingan lainnya, termasuk pelaku usaha dan lembaga swadaya masyakarat/organisasi masyarakat sipil. Sumber pendanaannya berasal dari APBN, APBD, yayasan nirlaba, perusahaan perkebunan kelapa sawit dan sumber-sumber lain yang sah.
Sementara itu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mencatat, Inpres Nomor 6 tahun 2019 merupakan salah satu landasan hukum dari Road Map Sawit 2019-2045 yakni “Menjadikan Industri Kelapa Sawit Nasional yang Berkelanjutan sebagai Pilar Utama Pembangunan Ekonomi bagi Kesejahteraan Rakyat”.
Langkah-langkah guna mencapai visi pengembangan komoditas sawit berkelanjutan adalah dengan peningkatan produksi minyak sawit mentah (CPO) lewat peningkatan produktivitas dan efisiensi pengolahan paska panen di Pabrik kelapa Sawit (PKS).
Lantas, pengembangan industri hilir sehingga menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, mensubtitusi impor dan dipromosikan di pasar ekpor, riset dan inovasi industri sawit sebagai industri pertumbuhan baru yang berkelanjutan, pengembangan ekosistem dan tata kelola industri sawit yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing, mengembangkan SDM industri sawit yang lebih kreatif.
Kemudian, dari langkah-langkah dan indikator tersebut maka dikelompokkan menjadi 3 strategi utama yaitu peningkatan produktivitas, pengembangan industri hilirisasi sawit dan terakhir penguatan ekosistem, tata kelola dan capacity buiding berkelanjutan. Target tahun 2045 produktivitas kelapa sawit 6,75 ton/ha setara 92,45 juta ton CPO dan palm Kernel Oil (PKO).
Untuk masalah yang dihadapi saat ini adalah produktivitas masih rendah hanya 3,6 ton/ha padahal potensi 7,5 ton/ha akibat penggunaan benih non sertifikat, tanaman sudah tua dan tidak menerapkan Good Agricultural Practices (GAP).
Di PKS sendiri masih mengalami rendahnya efisiensi. Ekspor juga masih mengandalkan komoditas mentah yaitu minyak sawit mentah atau minyak yang dimurnikan sehingga meskipun menjadi produsen terbesar tetapi tidak berdaulat menentukan harga.
Permasalah lainnya ialah status legalitas lahan pekebun sawit, sertifikakasi ISPO masih rendah sedang black campaign luar biasa sekali. Pekebun sulit mendapatkan hasil Tandan Buah Segar (TBS) sawit untuk proses produksi karena dalam antrian di pabrik selalu berada di pihak paling belakang. Tindak lanjutnya adalah peningkatan produktivitas lewat penggunaan benih bersertifikat, peremajaan, penerapan GAP, pertanian presisi dan pendampingan kepada petani dan korporasi petani.
Lantas sejauh mana RAN KSB yang sudah tiga tahun berjalan? masih merujuk informasi dari sekretariat RAN KSB, beberapa progres telah dilakukan semisal telah dilakukan serangkaian sosialisasi Panduan Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD). (infosawit)