Ketiga kebijakan itu, menurut Gula, semestinya sudah dihapus karena sudah tidak relevan dengan situasi saat ini di mana pasokan CPO dalam negeri telah melimpah.
Di sisi lain, Apkasindo juga mendesak pemerintah untuk melakukan percepatan mandatori biodiesel 35 persen atau B35. Peningkatan dari B30 menjadi B35 akan memperbesar serapan CPO dalam negeri yang diharapkan berdampak pada stabilitas harga.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menghapus tarif pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya hingga 31 Agustus 2022 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 tahun 2022. PMK tersebut adalah perubahan atas PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
PMK itu menurunkan tarif pungutan ekspor menjadi Rp 0 kepada seluruh produk yang berhubungan dengan CPO atau kelapa sawit. Tarif pungutan ekspor biasanya dikumpulkan untuk menjadi sumber dana bagi BPDPKS untuk stabilisasi harga.
Sesudah tanggal 31 Agustus 2022 yakni 1 September 2022, Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan kemudian menerapkan tarif yang bersifat progresif. "Artinya kalau dalam hal ini harga CPO rendah, maka tarifnya juga akan sangat rendah. Sedangkan kalau harganya naik, tarifnya akan meningkat," kata dia.
Diketahui, pungutan ekspor sawit sebelumnya dipatok maksimal 200 dolar AS per ton. Selain pungutan ekspor, pemerintah juga memungut bea keluar sawit yang saat ini tarifnya sebesar 288 dolar AS per ton.