loader

Anggota DPR RI Minta Jangan Lupakan Jasa Sawit

Foto

JAKARTA , GLOBALPLANET - "Bangsa Indonesia wajib bersyukur karena memperoleh anugerah yang luar biasa dari Tuhan berupa tumbuh suburnya kelapa sawit yang menjadi sumber devisa negara dan menjadi penopang ekonomi nasional," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR, Hasan Aminuddin di Jakarta, Selasa (1/9/2020).

Nilai ekspor produk minyak sawit termasuk oleokimia dan biodiesel pada 2019, mencapai US$20 miliar. Tingginya ekspor minyak sawit dan produk turunannya ini, menjadikan neraca perdagangan Indonesia bisa lebih baik.

Menurut Gus Hasan, perkebunan kelapa sawit yang umumnya dibangun di daerah terpencil dan minim sarana-prasarana ekonomi, telah mampu mendorong berkembangnya satu wilayah menjadi sentra ekonomi. "Daerah di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Barat telah berkembang pesat ekonominya karena kelapa sawit," kata Anggota DPR dari Fraksi Nasdem ini.

Hal itu, kata polisiti asal Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur ini, sejalan dengan kebijakan nasional untuk memfokuskan pembangunan di daerah pinggiran. Memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan.

Kearena itu ke depan, peran kelapa sawit diharapkan akan semakin penting. Terutama karena terkait dengan permintaan yang semakin meningkat untuk dukungan penyediaan pangan dan energi secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, Hasan meminta semua pihak untuk berhati-hati dalam melontarkan pernyataan terkait kelapa sawit. Sebab jika tidak pas, justru akan menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia.

Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan kritik terhadap sektor kelapa sawit yang meminta agar pengelolaan perkebunan sawit di Indonesia juga mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan lingkungan. "Boleh saja ada kebun sawit tetapi harus di tempat yang tidak merusak hutan," kata Megawati dalam pidatonya di acara pengumuman calon kepala daerah PDIP, Jumat (28/8/2020).

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah mengatakan, komoditas sawit sudah menjadi industri strategis karena sumbangannya yang luar biasa besar, baik dalam hal pembukaan peluang keja maupun sumbangan devisa bagi negara.

Karena itu, ke depan, Luluk berharap pemerintah lebih mengoptimalkan potensi sawit dengan membuat berbagai produk turunan dari kelapa sawit sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat, khususnya para petani sawit rakyat.

Di sisi lain, Luluk mengakui adanya kampanye hitam yang dilakukan komunitas-komunitas internasional terkait sawit. "Ini dilakukan negara Eropa yang menjadi negara tujuan ekspor. Ya memang ada kepentingan ekonomi yang sengaja didesain dengan isu-isu lingkungan hidup," katanya.

Dikatakan Luluk, para komunitas internasional gencar melakukan kampanye hitam dengan pendekatan yang seolah-olah bisa diterima secara scientific bahwa produk dari olahan sawit berbahaya secara kesehatan. Belum soal isu lingkungan.

"Mereka menggunakan pendekatan-pendekatan dengan riset, misalnya produk dari sawit dianggap ada lemak jenuhnya yang bisa mengganggu jantung. Bagi mereka, intinya sawit harus diperangi karena tidak mendukung gaya hidup sehat. Kedua soal isu lingkungan hidup. Jadi kita ini dipepet dari ujung ke ujung baik isu kesehatan dan lingkungan," katanya.

Karena itu, Luluk mendorong pemerintah untuk membuat counter issue. Misalnya dalam persoalan lingkungan, pemerintah harus menunjukkan langkah konkret bahwa mereka sudah melakukan pengawasan dan pembinaan secara benar agar tidak terjadi pengrusakan lingkungan.

"Harus ada pemberdayaan petani-petani terutama sawit rakyat, misalnya pola berkebun dan sebagainya. Kita juga dorong pemerintah bisa meng-counter isu secara ilmiah dan elegan juga bahwa kalau disebut produk olahan sawit itu tidak baik, bikin counter kampanye bahwa ada banyak nilai manfaat dari sawit," tuturnya.

Respons secara scientific seperti itu perlu dilakukan. Bahkan, pemerintah didorong untuk memanfaatkan media untuk memunculkan narasi-narasi yang baik mengenai produk-produk sawit. "Ada cara-cara licik yang dilakukan pihak internasional. Karena mereka tak bisa bersaing dengan produksi sawit kita maja mereka memunculkan isu-isu yang sebenarnya tidak fair, cara-cara perdagangan yang tidak fair," tuturnya. (Inilahcom)

Share

Ads