JAKARTA, GLOBALPLANET - Pada Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang dilaksanakan secara virtual pada Rabu (2/12/2020, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa BBN berbasis sawit telah menjadi bagian dari strategi ketahanan energi pemerintah nasional. Sejak awal 2020, program B30 telah memproduksi 4,28 juta ton biodiesel pada semester I tahun 2020.
"Secara khusus, pemerintah Indonesia menciptakan 5 langkah strategis untuk pengembangan BBN. Pertama, dengan menjamin program B30 berjalan sesuai target. Kedua, riset dan perencanaan pengembangan B40 dan B50 baik dari sisi teknis dan ekonomis, meliputi roadtest serta pengujian pada mesin pembangkit listrik tenaga diesel," ujarnya.
Ketiga, melalui kerjasama dengan Pertamina dalam mendorong program Greenfuel dengan memproduksi green diesel, greengasoline dan green avtur beserta studi kebijakan, efisiensi, teknologi, pasokan, insentif dan infrastruktur pendukung, beserta pengembangan industri pendukung seperti metanol dan katalis.
Keempat, ialah pengembangan hidrogenasi minyak sawit (HPO) bekerjasama dengan Pertamina, Pupuk Indonesia, ITB, BPDP-KS dan pemangku kepentingan lain. Kelima, memanfaatkan lahan reklamasi atau bekas pertambangan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dan Pemerintah Daerah dalam mengidentifikasi lahan bekas tambang, serta bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk menentukan komoditas yang paling cocok.
“Pemerintah sedang melakukan uji coba HPO (D-100) yang dimulai sejak pertengahan tahun 2020. Secara kualitas, sejauh ini HPO lebih bagus daripada biofuels ataun jenis diesel lainnya. HPO sangat mirip dengan minyak diesel namun terkait nilai kalori, diesel lebih sedikit dibanding HPO," jelas Dadan.
Lebih lanjut, Dadan menjelaskan diperlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan program bakar bakar nabati sesuai dengan roadmap yang telah dibuat. “Kami menginginkan sustainable biodiesel sehingga kami juga membutuhkan sustainable fund sebagai dukungan," tegas Dadan.
Pada acara yang sama, Ketua Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) Paulus Tjakrawan menjelaskan awal pengembangan BBN didorong akibat semakin besarnya defisit neraca perdagangan akibat import bahan bakar fosil.
Data tahun 2019 menunjukkan defisit yang mencapai USD 9,3 miliar akibat impor kurang lebih 50% kebutuhan bahan bakar fosil di Indonesia. Sebaliknya, melalui program mandatori biodiesel 30 (B30) berbasis sawit yang dicanangkan pemerintah mampu menghemat devisa hingga USD3,09 miliar atau setara dengan Rp 44.74 triliun di tahun 2020.
Tidak hanya itu, program tersebut juga berkontribusi pada pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) sebesar 17,5 juta ton CO2eq atau setara dengan 45% pada target energy dan transportasi di tahun 2019. Juga, diproyeksikan akan mengurangi 25 juta ton CO2eq atau 68% dalam kontribusi pada target energy dan transportasi.