JAKARTA, GLOBALPLANET.news - Hal itu dikatakan Airlangga dalam Pertemuan Tingkat Menteri Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) 2021 yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, 26 Februari 2021.
Pertemuan dihadiri pula oleh Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Datuk Dr. Mohd Khairuddin Aman Razali, Menteri Pertanian dan Pengembangan Desa Kolombia, Rodolfo Enrique Zea Navarro, Menteri Pangan dan Pertanian Ghana Dr. Owusu Afriyie Akoto, Menteri Pertanian Honduras Mauricio Guevara Pinto dan Menteri Pertanian Papua New Guinea John Simon.
“Secara keseluruhan, minyak sawit memasok 31 persen kebutuhan minyak nabati dunia dengan total penggunaan lahan yang hanya 5 persen," ujarnya dilansir dari Okezone.
Data tahun 2019 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan bahwa setiap produksi 1 ton minyak nabati, untuk bunga matahari diperlukan lahan seluas 1,43 hektare. Sementara untuk memproduksi volume yang sama dari tanaman kedelai dibutuhkan lahan 2 hektare, sedangkan untuk kelapa sawit hanya dibutuhkan lahan seluas 0,26 hektare.
Setelah Indonesia menerapkan kebijakan mandatori B30, yaitu campuran biodiesel sebanyak 30 persen dalam bahan bakar minyak jenis solar mulai awal tahun 2020 lalu, maka produksi biodiesel nasional terus bertambah.
Melalui kebijakan ini, Indonesia juga berhasil menjaga kestabilan supply dan demand kelapa sawit secara global.
Pemerintah Indonesia juga mengajak Pemerintah Malaysia agar tetap menjaga keseimbangan ini, agar harga sawit di pasar dunia tetap menguntungkan.
“Berkat harga yang relatif stabil, kebijakan ini juga turut membantu kesejahteraan petani kelapa sawit di Indonesia,” ujar Menko Airlangga.
Dalam pertemuan ini, Pemerintah Indonesia juga mengapresiasi pembentukan Scientific Committee (Komite Sains) di bawah CPOPC, untuk bersama-sama menjawab kampanye negatif di berbagai negara terkait produk-produk kelapa sawit, yakni dengan fakta atau narasi yang berbasis sains ataupun kajian ilmiah.
Pemerintah Indonesia mengajak Pemerintah Malaysia untuk bersinergi membangun kesamaan pandangan dan kebijakan, dalam menghadapi diskriminasi atau kampanye negatif mengenai kelapa sawit.
“Kedua negara harus bekerja sama secara optimal untuk meningkatkan penerimaan produk sawit di pasar dunia, sehingga pengembangan produk hilir sawit menjadi pilihan dengan memperhatikan peningkatan nilai tambah produk,” ujar Menko Airlangga.