Sebab itu berkaca dari pengalaman DMO batubara, Pemerintah perlu melakukan evaluasi bulanan dan penerapan denda fee kompensasi yang signifikan bagi pengusaha nakal. Bahkan bila perlu dijatuhkan sanksi tegas berupa pencabutan izin ekspor atau izin produksi.
“DMO ini kan sebentuk sharing the pain dari para pengusaha sawit yang selama ini menikmati untung dari CPO untuk pembangunan nasional termasuk ketahanan energi. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kuota CPO untuk memenuhi kebutuhan pasar minyak goreng dan biofuel domestik secara bersama-sama, apalagi kita telah berkomitmen untuk terus mengembangkan biofuel dalam rangka menekan impor BBM, reduksi karbon dan mengurangi defisit transaksi berjalan,” ungkapnya.
Menurut Mulyanto, kompetisi antara bahan bakar (biofuel) dan bahan makanan (minyak goreng) terhadap CPO ini dapat dicegah dengan kebijakan DMO ini. Apalagi kedua komoditas tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang harganya harus dijaga stabil.
Untuk diketahui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi eksportir Crude Palm Oil (CPO). Melalui aturan DMO yang dikeluarkan Kemendag, produsen yang melakukan ekspor CPO diwajibkan memasok 20 persen kuota ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri.
Sementara aturan DPO menerapkan harga jual CPO di dalam negeri sebesar Rp 9.300 per kilogram dan Rp10.300 per liter untuk olein.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, mengatakan aturan DMO dan DPO CPO tidak mengganggu kegiatan ekspor CPO ke luar negeri, melainkan untuk mengamankan stok minyak goreng di dalam negeri.