KemenkopUKM sendiri menargetkan pertumbuhan koperasi modern setiap tahunnya hal tersebut sesuai dengan PerpresNo. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020 –2024, yakni sebanyak 500 koperasi dari 2021 hingga 2024.
“Koperasi modern itu sendiri yakni koperasi yang telah mengadopsi teknologi, berpotensi kedalam skala industri, memiliki akses terhadap sumber-sumber permodalan dan pasar sehingga menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan manfaat yang besar kepada anggotanya dengan mengedepankan nilai danprinsip koperasi,” papar Bagus.
Bagus pun menguraikan, “ada tujuh kriteria koperasi modern. Pertama, terhubung dengan offtaker. Kedua, adopsi teknologi atau inovasi. Ketiga, akses terhadap sumber pembiayaan. Keempat, skala industri atau kapasitas produksi besar. Kelima, bersinergi antar pihak atau berbasis ekosistem. Keenam, profesionalis metata keloladan manajemen. Ketujuh, berbasis anggota dan nilai tambah yang tinggi.”
Adapun keuntungan dengan melakukan korporatisasi yakni pengelolaan kebun dan pabrik, jaminan rantai pasok dan harga, jaminan pasar, penguatan modal dan kompetensi, serta kemakmuran petani.
Bagus pun mengakui, adapun permasalahan yang menghambat jalannya PSR yakni petani belum memiliki legalitas lahan atau sertifikat lahan sedang digadaikan, kesulitan mendapatakan petani yang memiliki luas lahan dalam satu hamparan, petani sulit memenuhi persyaratan teknis dan verifikasi, lokasi lahan dengan pabrik kelapa sawit (PKS) cukup jauh, petani belum berkelompok dalam satu koperasi.
“Melihat masalah tersebut maka korporatisasi petani adalah jalannya. Melalui korporatisasi petani maka masalah-masalah tersebut bisa di selesaikan bersama-sama,” himbau Bagus.
Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Agus Darwa, menyatakan PSR dilakukan di Sumsel sejak tahun 2018 , sampai saat ini rekomtek yang sudah dikeluarkan 48.800 Ha dan realisasi tanam 30.000 Ha. Dampaknya sangat positif sekali sebab petani kembali bergairah untuk memperbaiki kebunnya.