Menurut Tungkot, gonta-ganti kebijakan DMO dan DPO yang dilakukan pemerintah, berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi dan sulit dijalankan.
Di sisi lain, bongkar pasang kebijakan DMO dan DPO terbukti menghambat dan mengurangi daya saing industri sawit karena berpijak di luar kebijakan yang sudah dibangun fondasinya sejak lama.
Tungkot menyarankan, agar pemerintah bertahan pada mekanisme yang telah teruji selama ini yakni kombinasi antara pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK).
Kebijakan ini lebih menjamin hilirisasi dan peningkatan penggunaan konsumsi domestik baik untuk energi maupun makanan dan oleokimia.
"Misalnya, ketika harga internasional CPO naik, pemerintah tinggal menaikan pungutan ekspor, sehingga tidak perlu menunggu sampai minyak goreng menghilang dari pasar. Kalau harga CPO stabil, pungutan ekspor bisa baru diturunkan pelan-pelan," katanya.
Tungkot sependapat bahwa kebijakan DMO dan DPO tidak diperlukan lagi di Indonesia. Apalagi, saat ini penurunan harga CPO dunia memungkinkan harga minyak goreng curah berpotensi di turun dibawah harga eceran tertinggi (HET).