JAKARTA, GLOBALPLANET - Belum usai dampak pandemi Covid-19, kini dihadapkan tantangan baru yakni potensi krisis pangan dan energi. Hal tersebut bisa terjadi bila pertempuran antara Rusia dan Ukraina berkepanjangan, diiringi perang dagang antara Blok Barat dan Rusia.
“Rusia merupakan salah satu negara utama pengekspor energi dan pangan, terutama gandum dan energi. Bila konflik ini berkepanjangan, maka harga energi dan pangan dunia akan mengalami kenaikan,” ujar Ardito Bhinadi ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Menurutnya, dampak kenaikan pangan dan energi tersebut bisa dipastikan sampai ke Indonesia.
Indonesia meskipun sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras, namun impor gandum Indonesia terus naik setiap tahun. Masyarakat Indonesia terbiasa pula mengkonsumsi mie, pasta, dan roti, yang kesemuanya berbahan gandum, yang saat ini harganya mulai melambung.
Perang Ukraina dan Rusia, bisa berpengaruh pada sektor energi, akibatnya harga-harga barang juga mengalami kenaikan. “Karena energi ini merupakan input utama dalam produksi barang dan jasa, termasuk distribusinya,” ujar Ardito yang juga Ketua DPP LDII Koordinator Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat.
Ia memperkirakan, jika perang makin panjang dan meluas menjadi perang dagang antara Barat dan Rusia, kenaikan harga barang atau inflasi bisa mencapai 2,5-4,5 persen. “Bank Indonesia memperkirakan pada 2022, inflasi mencapai 3 persen plus minus, yang artinya inflasi di antara 2-4 persen. Ceritanya bisa lain, bila perang berkepanjangan,” tutur Ardito.