JAKARTA, GLOBALPLANET - Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dan berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar hingga 43,2% dengan bantuan internasional pada 2030. Salah satu upaya melalui transisi energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) yang tinggi, sehingga secara berangsur-angsur akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Pada 2023, Indonesia berhasil untuk mencapai porsi energi terbarukan sebesar 14%. Namun demikian, potensi pemanfaatan energi baru terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik masih sangat besar. Dari potensi tenaga listrik sebesar 3.686 GW, pemanfaatan EBT baru mencapai 12.557 MW dimana bioenergi berkontribusi sebesar 3.086 MW.
Sementara itu, menurut data Kementerian ESDM 2024, pada 2023 lalu realisasi pemanfaatan biodiesel domestik sebesar 12,2 juta kilo liter, melampaui angka yang semula ditargetkan pada 10,65 juta kilo liter.
"Di tahun ini, pemerintah menargetkan realisasi sebesar 12,5 juta kilo liter. Peningkatan pemanfaatan biodiesel secara konsisten diharapkan dapat mencapai target enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) untuk pemanfaatan biodiesel sebesar 18 juta kilo liter pada 2030,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera dalam acara Diskografi Ekonomi Volume 1 bertema “Rembuk Nasional Transisi Energi” di Graha Sawala Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Mengenai transisi energi, pemerintah akan terus memanfaatkan Sustainable Aviation Fuel atau bioavtur berkelanjutan berbasis bahan bakar nabati, terutama bioavtur dengan campuran minyak kelapa sawit. Pemerintah juga terus mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari sisi suplai maupun SPKLU. Hingga akhir tahun 2023, telah terdapat 1081 unit SPKLU yang beroperasi baik milik PLN maupun mitra dan swasta.
“Selain biodiesel, kelapa sawit juga bisa jadi bioavtur yang prospeknya sangat besar. Tebu juga bisa untuk bioethanol. Semua ini tentu kalau kita optimalkan sisi pasokannya, saya pikir seharusnya sebelum Indonesia Emas 2045, kita sudah akan bisa swasembada energi, sebab dari berbagai aspek bisa diproduksi di dalam negeri, dan ini berlaku juga untuk bahan pangan,” kata Deputi Dida dalam siaran pers dikutip globalplanet, Kamis (7/3/2024).
Untuk mendorong investasi rendah karbon, Pemerintah telah meregulasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) beserta beberapa mekanisme seperti melalui implementasi Emissions Trading System di sektor ketenagalistrikan pada Februari 2023, dan peluncuran bursa karbon pada September 2023. Potensi pasar karbon masih dapat dioptimalkan melalui penyempurnaan regulasi untuk mendorong penerapan NEK di sektor prioritas NDC.
Turut hadir sebagai narasumber dalam acara ini di antaranya yakni Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Corporate Secretary PLN Energi Primer Indonesia, Business Development Advisor Transgasindo, dan Peneliti Yayasan Inspirasi Indonesia.