POLUSI TANAH/AIR PADA “DUNIA TANPA SAWIT”
Dampak proses produksi minyak nabati termasuk minyak sawit pada polusi tanah dan air juga menjadi sorotan masyarakat khususnya NGO lingkungan. Penggunaan teknologi pupuk dan pestisida pada proses budidaya menghasilkan residu pada tanah maupun air.
Namun, apakah dengan kondisi “Dunia Tanpa Sawit” membuat polusi air dan tanah dunia menjadi berkurang? Volume produksi tiga minyak nabati dunia tahun 2020 adalah minyak sawit sekitar 83.7 juta ton, minyak kedelai sebesar 58.7 juta ton dan minyak rapeseed sebesar 27.3 juta ton. Dengan produksi tersebut diperkirakan polutan dari ketiga minyak utama dunia tersebut sebesar 2.5 juta ton pupuk Nitrogen (N), 1.8 juta ton pupuk Fosfor (P2O5) dan 1.6 juta ton pestisida.
Jika skenario “Dunia Tanpa Sawit”, maka secara proporsional produksi minyak kedelai harus meningkat menjadi 100.6 juta ton dan minyak rapeseed juga perlu ditingkatkan menjadi 69.2 juta ton agar dapat menutupi minyak sawit yang berhenti berproduksi. Dengan produksi minyak kedelai dan minyak rapeseed tersebut menyebabkan polutan Nitrogen meningkat menjadi 3.9 juta ton atau meningkat sebesar 56 persen. Polutan Fosfor juga meningkat menjadi 3.2 juta ton atau meningkat 71 persen. Polutan yang dihasilkan dari penggunaan pestisida juga meningkat menjadi 2.9 juta ton atau meningkat sebesar 81 persen.
Dengan demikian sangat jelas bahwa segala upaya untuk menyingkirkan minyak sawit dari pasar dunia seperti gerakan/kampanye “No Palm Oil” atau labelisasi “Palm Oil Free” atau rencana RED II – EU terkait “phase out minyak sawit”, akan berdampak pada peningkatan pada polutan/emisi Nitrogen, Fosfor dan Pestisida yang cukup signifikan.
Kenaikan emisi atau polutan tersebut terjadi pada negara-negara produsen minyak kedelai dan minyak rapeseed. Kenaikan polutan/emisi tersebut akan mengancam kehidupan pada teristerial maupun perairan. Dengan kata lain, kampanye yang bertujuan untuk “Dunia Tanpa Sawit” berarti juga menjadi kampanye peningkatan emisi/polutan residu nitrogen, fosfor dan pestisida.
Hal ini juga berarti kampanye tersebut berpotensi mengancam kehidupan teristerial dan perairan dunia.