loader

Melihat Sustainability Industri Sawit Dalam Aspek Lingkungan

Foto

KELAPA SAWIT DAPAT MELINDUNGI TANAH DAN AIR
Kelapa sawit merupakan bagian dari konservasi tanah dan air. Tanaman kelapa sawit mempunyai struktur pelepah daun berlapis dan canopy cover yang mencapai 90 persen.  Di samping itu tanaman ini juga memiliki pembentukan serasah, bagian penutup lahan dan sistem teras. 

Pada bagian akar berserabut terdapat lapisan yang secara masif dan membentuk banyak biopori tanah. Sistem perakaran ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan organik serta cadangan air.  Itulah mengapa kelapa sawit dapat melindungi tanah dan menahannya dari erosi, bahkan dapat menyimpan air dalam tanah. 

Dari karakteristik di atas, maka tidak heran jika kelapa sawit menjadi tanaman yang memenuhi syarat sebagai tanaman konservasi tanah dan air. Semakin tua umur tanaman maka pori-pori tanah yang terbentuk pun semakin besar. 

Tanaman sawit dewasa memiliki akar dengan diameter 5 meter dan kedalaman lebih dari 5 meter dari pangkal batang sawit. Maka pohon sawit berpotensi menyimpan air dan cukup efektif mengurangi aliran air di permukaan. 

Sistem pori-pori tanah yang berada di bawah kebun sawit dapat meningkatkan kemampuan lahan untuk menyimpan air.  Hal ini membuat kebun sawit cukup efektif untuk mengurangi aliran air permukaan. 

Pada saat hujan, air tidak langsung mengalir melainkan meresap ke dalam tanah dan mengisi pori-pori tanah. Sebaliknya, pada musim kemarau, cadangan air dalam pori-pori tanah akan terlepas secara perlahan sehingga tanaman tetap mendapatkan air. 

Hal menarik lainnya dari perkebunan sawit berdasar hasil penelitian pada Daerah Aliran Sungai Barumun. Sebelumnya, daerah tersebut sering mengalami kekeringan saat kemarau dan banjir ketika curah hujan tinggi. Namun, setelah perkebunan kelapa sawit berkembang DAS tersebut semakin baik hidrografnya. Mengapa demikian? 

Karena saat hujan datang, air akan meresap ke dalam dan mengisi pori-pori tanah. Sebaliknya, saat musim kering tanaman sawit mempunyai cadangan air yang cukup.  Hal ini menunjukkan bahwa menanam pohon kelapa sawit dapat meminimalisir terjadinya kekeringan di musim kemarau dan banjir saat musim hujan. 

PERKEBUNAN SAWIT DAPAT MELESTARIKAN PLASMA NUTFAH
Perkebunan kelapa sawit adalah salah satu media pelestarian plasma nutfah yang dilakukan secara lintas generasi. Di Indonesia, perkembangan sawit berasal dari 4 varietas. Dua varietas berasal dari Bourbon Mauritius dan 2 Varietas lain dari Amsterdam. Pengembangan kebun sawit pertama kali tahun 1848 di Kebun Raya Bogor.

Setelah 172 tahun kemudian tepatnya tahun 2020, 4 varietas tersebut berkembang menjadi 58 jenis. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pohon sawit dapat berkembang dengan cepat, bahkan menjadi bukti nyata dari sustainability. Melalui proses pembudidayaan dalam bentuk perkebunan, Indonesia tidak hanya melestarikan 4 varietas, melainkan berhasil mengembangkannya menjadi 58 varietas.  

Berdasar hasil laporan ini, dapat Anda ketahui bahwa melalui pembudidayaan kelapa sawit Indonesia dapat melestarikan plasma nutfah yang lebih baik. Dengan keberhasilan pelestarian plasma nutfah ini maka dari generasi ke genarasi dapat merasakan manfaatnya.

KEBUN SAWIT MEMINIMALISIR POLUSI AIR DAN TANAH
Tahukah Anda? Proses produksi kedelai dan rapeseed menjadi minyak nabati ternyata menggunakan pupuk dan pestisida dengan kuantitas yang lebih banyak. Implikasinya, emisi polutan dari penggunaan pestisida dan pupuk tersebut jauh lebih besar. Tentu saja ini menjadi ancaman besar bagi biota yang ada di dalam tanah atau air. 

Fakta tersebut menjadi koreksi bagi gerakan NGO serta kebijakan Uni Eropa memiliki rencana untuk melakukan phase-out minyak sawit sebagai bahan biofuel atau untuk pangan. Tentu saja langkah ini justru mendorong peningkatan emisi polutan pupuk dan pestisida ke tanah dan air. Mengurangi konsumsi minyak sawit sama artinya dengan menggunakan minyak nabati lainnya. Justru hal ini tidak efisien dan mengancam kehidupan biota di tanah dan perairan.

TANAMAN SAWIT HEMAT AIR
Selama ini, beberapa LSM anti sawit selalu membuat orasi dan pernyataan yang mempropaganda bahwa tanaman ini rakus air. Bahkan propaganda tersebut memberikan tuduhan bahwa kebun sawit menjadi penyebab terjadinya kekeringan di beberapa daerah. 

Apalagi di sebagian negara seperti Australia, Eropa, India, Amerika, Pakistan dan beberapa wilayah Indonesia Timur terjadi krisis air bersih. Hal tersebut menyebabkan tuduhan kepada kelapa sawit tersebut semakin mengerucut. 

Padahal, penyebab kekeringan dan krisis air bersih lantaran adanya pemanasan global. Terlebih lagi jika menelaah lebih mendalam, negara-negara tersebut dan bukan penghasil tanaman kelapa sawit. Lantas bagaimana isu ini bisa menyebar luas?

Justru manusia-lah yang paling boros menggunakan air. Dalam satu hari, berapa liter air yang manusia gunakan untuk minum, mandi, mencuci atau berkegiatan lainnya. Tentu saja, rasanya tidak pantas apabila membandingkannya kebutuhan manusia dengan hewan atau tumbuhan. Jadi, jelas bahwa tidak terdapat kaitan antara keberadaan kelapa sawit dengan kekeringan atau krisis air bersih yang terjadi.

Perbandingan Kebutuhan Air Pada Tanaman Penghasil Bioenergi
Gerbens-Lennes dalam sebuah penelitian mengungkapkan bahwa salah satu tanaman penghasil bioenergi yang hemat air adalah kelapa sawit. Selanjutnya juga menemukan bahwa tanaman yang rakus air justru kedelai, jagung, kelapa, bunga matahari dan ubi kayu. Dengan rincian sebagai berikut:

GJ bioenergy dari tanaman rapeseed membutuhkan 184 kubik air
Negara penghasil kelapa seperti Indonesia, Philipina dan India juga membutuhkan 126 kubik air untuk menghasilkan bioenergi
Ubi kayu sebagai penghasil etanol memerlukan 118 kubik air

Kedelai sebagai tanaman minyak nabati yang utama di Amerika Serikat memerlukan kurang lebih 100 kubik air
Kelapa sawit dalam menghasilkan minyak sawit hanya menggunakan air sebanyak 75 kubik saja.

Dari uraian di atas, sudah jelas terlihat bahwa kelapa sawit relatif lebih hemat air dalam proses menghasilkan bioenergy. Apalagi penelitian yang menggunakan sampel tanah di Kalimantan dan Riau menemukan sumber utama air pada kelapa sawit berasal dari hujan. Oleh karena itulah, propaganda LSM anti sawit semakin terbantahkan. Mengaitkan kekeringan sebagai dampak pengembangan perkebunan sawit tidak mendasar.

KELEBIHAN MINYAK SAWIT DARIPADA MINYAK NABATI LAINNYA


EMISI KARBON MINYAK SAWIT LEBIH RENDAH 
Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi dalam sektor pertanian, perkebunan kelapa sawit juga menghasilkan emisi. Namun berdasarkan sebuah studi terbaru menemukan bahwa minyak nabati yang paling rendah emisinya adalah kelapa sawit. 

Emisi minyak kedelai adalah 425 persen lebih tinggi jika dibandingkan dengan emisi karbon kebun sawit. Begitu juga untuk rapeseed sekitar 242 persen lebih tinggi.  Sedangkan emisi biji bunga matahari lebih tinggi 224 persen.  Sementara minyak kelapa dan minyak kacang tanah masing-masing mempunyai emisi 337 persen dan 424 persen lebih tinggi. 

Selain itu, industri kelapa sawit turut berkontribusi dalam energi alternatif terbarukan dengan tingkat emisi yang lebih rendah, salah satunya adalah biodiesel.

Share

Ads