loader

Melihat Sustainability Industri Sawit Dalam Aspek Lingkungan

Foto

MINYAK SAWIT MENUJU NET CARBON SINK (NCS)
Beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia sudah menargetkan Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.  Agar tercapai target tersebut, maka perlu beberapa sektor ekonomi yang mendukung Net Carbon Sink (NCS).

Net Carbon Sink merupakan penyerapan emisi karbon lebih banyak daripada yang dilepaskan.  Nah, industri sawit menjadi salah satu sektor ekonomi yang potensial untuk mencapai target NCS tersebut.

Kebun sawit mempunyai potensi sebagai media NCS melalui fungsi alamiah built in yaitu sebagai neto carbon sink (neto asimilasi). Melalui proses fotosintesis, kebun sawit dapat menyerap 64.5 ton CO2 per hektar dan melepaskan sekitar 18.7 ton O2 per hektar. Dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 16.3 juta ton maka dapat menyerap CO2 sebesar 1.03 giga ton.

Kemampuan perkebunan sawit untuk mencapai NCS akan meningkat melalui penggunaan teknologi dan pengelolaan kebun. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) untuk meningkatkan produktivitas kebun sebesar 54 persen akan menurunkan emisi sebesar 35 persen.

Penurunan emisi juga akan signifikan, jika kebun dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dapat menggunakan sumber energi berbasis biomassa sawit dan limbah. Limbah cair PKS atau POME selain memiliki potensi sebagai sumber energi, tetapi juga menjadi sumber emisi gas metana terbesar di PKS. Dengan mengimplementasikan teknonologi methane capture pada kolam POMEdapat menjadi solusi baik untuk penyediaan sumber energi sekaligus menurunkan sumber emisi.

Penerapan GAP serta penggunaan energi yang bersumber dari biomas sawit dan limbah cair (POME) dapat menurunkan emisi dari proses produksi minyak sawit hingga 96 persen.

Oleh karena itu, untuk memastikan perkebunan sawit menuju Net Carbon Sink maka perlu investasi dalam penerapan GAP dan teknologi methane capture. Investasi tersebut juga dapat meningkatkan ketersediaan minyak sawit bagi masyarakat secara global.

MENILIK ISU DEFORESTASI DAN KEBUN SAWIT
Deforestasi belakangan ini menjadi perhatian masyarakat dunia. Istilah deforestasi merupakan aktivitas penebangan hutan secara permanen untuk aktivitas manusia. Jika sebelumnya deforestasi hanya menjadi isu lingkungan semata, kini juga digunakan sebagai landasan dalam kebijakan perdagangan negara maju terhadap negara berkembang.

Source: Astra Agro Lestari

APAKAH ISU DEFORESTASI HANYA TERJADI DI NEGARA BERKEMBANG? 
Berdasarkan studi empiris, deforestasi global merupakan fenomena normal yang terjadi dalam sejarah pembangunan dunia. Isu deforestasi sudah muncul sebelum tahun 1700 dan sebagian besar terjadi di hutan non-tropis. Seiring berjalannya waktu, deforestasi kemudian merambah ke hutan tropis.

Hal ini menandakan bahwa deforestasi menjadi proses awal pembangunan yang dilakukan oleh hampir seluruh negara dengan memanfaatkan sumber daya alam hutan. Dengan demikian, kebutuhan pangan dan ketersediaan lahan akan tercukupi seiring bertambahnya jumlah penduduk. 

Secara tidak langsung deforestasi mengubah fungsi hutan yang semula untuk melestarikan ekosistem berubah menjadi kepentingan manusia.  

Sebagian orang mungkin tidak setuju dengan deforestasi, namun seolah tidak ada pilihan lain dan terpaksa melakukannya guna pembangunan. Jika Eropa dan Amerika Utara melakukan deforestasi total yang menyebabkan hilangnya biodiversitas asli, maka tidak demikian dengan negara berkembang. 

Berbeda dengan Eropa dan Amerika Utara, negara berkembang seperti Indonesia, juga mulai melakukan melakukan deforestasi untuk memenuhi kebutuhan penduduk namun tetap menyisakan virgin forest atau rumah sebagai rumah untuk biodiversitas asli.

Share

Ads