PERKEMBANGAN DEFORESTASI
Total luas deforestasi global periode tahun 1990-2008 sudah mencapai 239 juta hektar yang terjadi di Amerika (40 persen), Afrika (31.6 persen) dan Asia (26.2 persen). Secara umum, wilayah tersebut masih berada di fase pre-industrial (bidang pertanian).
Sektor perekonomian yang berbasis pertanian memang membutuhkan lahan untuk perluasan area pertanian dan pemukiman penduduk. Bahkan sebagian studi empiris menyatakan bahwa sektor pertanian menjadi penyebab utama deforestasi global.
Berikut komoditas pertanian yang menjadi driver utama deforestasi global pada periode 1990-2008 yaitu peternakan sapi, kedelai, roots pulses dll. Sementara, minyak sawit tidak termasuk dalam kelompok tersebut karena kontribusinya dalam deforestasi global sangat kecil.
Dengan demikian, hal ini menjadi bukti bahwa isu deforestasi yang mengaitkan kelapa sawit tidak benar adanya. Kemungkinan isu ini bergulir karena LSM anti sawit atau negara barat yang menjadi kompetitor mengeluarkan tudingan tidak berdasar dan relevan. Terlihat jelas bahwa isu deforestasi pada kelapa sawit hanya merupakan bentuk persaingan bisnis yang kurang adil dan diskriminasi.
Perkembangan perkebunan sawit yang sangat masif dan signifikan tiga puluh tahun terakhir, menimbulkan prasangka dan tudingan bersifat memojokkan. Tidak segan-segan pihak kompetitor mengaitkan perkebunan sawit dengan deforestasi maupun hilangnya biodiversitas.
Untuk meng-counter isu negatif tersebut, maka Gunarso menggunakan data-data land use change berdasarkan citra satelit yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Data tersebut digunakan untuk mengetahui asal usul lahan perkebunan sawit di Indonesia.
FAKTA UNIK DEFORESTASI
Sebuah studi yang meneliti tentang asal usul lahan perkebunan sawit Indonesia mencoba menggunakan data-data nyata dari potret citra satelit. Hasil studi tersebut menunjukkan 62 persen berasal dari degraded land dan 37 persen dari pertanian, perkebunan dan agroforestri. Oleh karena itulah, tuduhan deforestasi tersebut tidak berdasar fakta dan data yang ada.
Berikut beberapa fakta tentang deforestasi yang benar, antara lain:
Perkebunan kelapa sawit bukan fenomena deforestasi melainkan restorasi sosial, ekonomi dan ekologis.
Penyebab deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia bukan karena ekspansi kebun sawit, melainkan adanya pengembangan lahan pertanian. Selain itu juga disebabkan oleh kebijakan transmigrasi, kebakaran hutan dan HPH.
Berdasarkan penelusuran asal usul perkebunan kelapa sawit, nyatanya 3 persen lahan tersebut berasal dari konversi langsung hutan. Sementara sisanya justru berasal dari konversi pertanian dan daratan yang terlantar (degraded land).
Komisi Eropa menyebut bahwa pemicu deforestasi global adalah penyediaan peternakan sapi serta perluasan kebun kedelai dan jagung. Perluasan peternakan sapi memakan luas tanah hingga 58 juta hektar, sedang perkebunan kedelai dan jagung sekitar 20.9 juta hektar.
Pemicu deforestasi lainnya adalah kebakaran hutan, produksi kayu dan sejumlah kegiatan pertanian lainnya. Sedangkan kegiatan perluasan kebun sawit hanya sekitar 2.3 persen dari deforestasi global.
Selain itu, penyebab polemik deforestasi lainnya yaitu karena ada perbedaan di antara para peneliti, lembaga atau NGO. Perbedaan ini terkait dengan pemahaman definisi hutan, sejarah hingga definisi deforestasi, sehingga menimbulkan cara pandang terhadap perubahan hutan.
Kaitan di antara ekspansi kelapa sawit dengan deforestasi memang menyita perhatian publik di seluruh dunia. Hingga perdebatan ini pun muncul ke permukaan dan menjadi isu global terutama di media sosial. Perbedaan paham ini juga memunculkan aksi saling memboikot sebagai wujud pro dan kontra.
Seperti memboikot minyak sawit dari Uni Eropa, aksi menghalangi kapal tanker CPO. Di samping itu juga memboikot pembelian airbus, hingga tidak menghadiri konferensi dunia yang berkaitan dengan isu deforestasi.
DEFORESTASI BUKAN HAL BARU DI DUNIA
Deforestasi yang diartikan sebagai konversi hutan menjadi non-hutan sesungguhnya bukan hal yang baru dalam sejarah pembangunan dunia. Sejak awal peradaban mulai manusia tidak dapat terlepas dari deforestasi. Baik itu dari era berburu (hunting), pertanian berpindah (shifting cultivation), pertanian menetap sampai pada era modern saat ini.
Kebutuhan lahan yang meningkat akibat pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan dan pembangunan, maka konversi hutan menjadi non hutan menjadi hal yang lumrah terjadi setiap negara.
Beberapa studi penelitian juga mengungkapkan bahwa pada era pra pertanian hingga tahun 1980 sudah 701 hektar hutan yang dikonversi menjadi non-hutan. Di mana 93 persen (653 juta hektar) terjadi di wilayah sub-tropis, sedangkan 7 persen terjadi di daerah tropis.
Perlu Anda ketahui, bahwa lahan pertanian yang berada di daerah tropis, Eropa, Amerika Utara, Rusia dan China merupakan hasil dari deforestasi. Kawasan tropis juga belakangan ini tidak lepas dari deforestasi. Dengan prosentase penyebaran 33 persen di kawasan Amerika Selatan, 31 persen Afrika, 19 persen Asia Tenggara dan 17 persen di wilayah lainnya.
Menariknya, sekitar 71 juta hektar merupakan ekspansi padang penggembalaan sapi dan kebun kedelai di Amerika Selatan. Sementara deforestasi di Indonesia terjadi pada era logging yang masif pada periode sebelum tahun 1990-an.
Berdasarkan data yang ada, pada tahun 1950 masih 162 juta hektar luas tutupan hutan. Namun pada tahun 2016, luas hutan hanya tertinggal 95.3 juta hektar saja. Dari sini dapat kita ketahui bahwa telah terjadi deforestasi seluas 66.7 juta hektar.
Saat ini, lahan konversi hutan telah menjadi perkotaan, pemukiman, jalan raya, pertanian, termasuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hampir setiap tahun data statistik menyatakan deforestasi di Indonesia. Namun, seperti ulasan di atas, deforestasi bukan hanya terjadi di negara kita. Melainkan fenomena yang normal karena bagian dari pembangunan negara.
Lantas mengapa kebun kelapa sawit yang dikambing hitamkan menjadi penyebab utama deforestasi di Indonesia?
JEJAK EKSPANSI KELAPA SAWIT DI INDONESIA
Agar lebih bisa memahami tentang fenomena deforestasi, sebaiknya perhatikan fakta beberapa hal berikut ini.
Dalam periode 1950-2016, luas lahan perkebunan sawit meningkat sekitar 11 juta hektar.
Namun jika melihat luas deforestasi secara keseluruhan pada periode 1950-2016, maka luas yang terpakai untuk ekspansi hanya 16 persen. Sedangkan 84 persen untuk sektor lainnya, seperti pemukiman, perkotaan dan lainnya.
Itulah alasannya mengapa kelapa sawit bukan menjadi pemicu utama deforestasi justru lebih mengarah pada reforestasi. Karena lahan kelapa sawit mereforestasi lahan terlantar, ekologis, sosial dan ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan adanya sentra kebun sawit yang berkembang mampu merubah daerah miskin, terdegradasi dan terbelakang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah-daerah.
Banyak studi juga menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit justru menghemat deforestasi dunia dibandingkan kebun/ladang minyak nabati lain. Jika menghilangkan atau mem-phase out minyak sawit, justru memperbesar luas deforestasi di dunia.
Produktivitas minyak dari tanaman kelapa sawit hampir 10 kali lipat produktivitas tanaman kedelai, 8 kali lipat produktivitas tanaman bunga matahari dan 6 kali lipat produktivitas tanaman rapeseed. Dengan keunggulan menghasilkan minyak yang lebih besar berimplikasi pada kebutuhan lahan untuk memproduksi minyak sawit lebih sedikit atau lebih hemat lahan dibandingkan minyak nabati lainnya.
Hasil pemantauan juga menunjukkan bahwa angka deforestasi di Indonesia relatif menurun dari periode tahun sebelumnya. Penurunan deforestasi terjadi karena adanya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Upaya lain yang turut mendukung terjadinya penurunan deforestasi adalah pengendalian kebakaran hutan, perlindungan gambut serta pengelolaan hutan lestari.