JAKARTA, GLOBALPLANET - Uni Eropa(EU) telah mengeluarkan dan memberlakukan kebijakan perdagangan baru yaknikebijakan bebas deforestasi (deforestation-free) terhadap sejumlah komoditas,termasuk minyak sawit.
Kebijakan tersebut tertuang pada Regulation on Deforestation-free Commodity/Product yang dikeluarkan pada bulan September 2022 dan akan diberlakukan pada tahun 2023.
Sebelumnya, Amerika Serikat (USA) juga telah lebih dahulu memberlakukan kebijakan serupa yakni Fostering Overseas Rule of Law and Environmentally Sound Trade Act (FOREST Act 2021) sejak tahun 2021.
Selain itu Inggris (UK) juga telah memberlakukan “deforestation-free” yakni melalui UK Environment Act 2021yang berlaku sejak tahun 2021.
Kebijakan ketiga negara/kawasan tersebut memiliki prinsip yang sama yakni “deforestation-free” yakni menghentikan atau menghilangkan perdagangan komoditas/produk yang proses produksinya terkait deforestasi baikyang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Tujuan implementasi kebijakan tersebut adalah untuk menekan atau bahkan menghentikan terjadinya deforestasi global.
Terdapat sejumlah perbedaan kebijakan anti-deforestasi dari EU, UK dan USA tersebut (UK Parliement, 2021;Weiss &Shin,2021; Monard &Manistis,2021;McCarty, 2022;Weiss et al.,2022;Chain Reaction Research,2022) antara lain:
Pertama, “deforestation-free” diberlakukan pada deforestasi ilegal (USA, UK), sementara kebijakan yang diimplementasikan di EU mencakup deforestasi legal, ilegaldan forest degradation.
Kedua, komoditi dan produk yang menjadi target kebijakan tersebut adalah apa yang mereka sebut sebagai forest risk commodity, baik yang berasal dari domestik dan impor (untuk EU dan UK) sedangkan untuk USA hanya berlaku untukkomoditi dan produk impor.
Ketiga, negara-negara eksportir komoditi/produk forest riskwajib dilakukan uji tuntas (Due Diligence) sehingga dapat dikategorikanmenjaditiga golongan berdasarkan kriteria “deforestation-free” yakni low-risk, standard-riskdan high-risk. Meskipun ada beberapa komoditi yang menjadi target kebijakan “deforestation-free” ketiga negara/kawasan tersebut, tampaknya minyak sawit telah menjadi target utama kebijakan tersebut.
Hal ini dapat ditelusuri dan terlihat dari latar belakang lahirnya kebijakan tersebut.
Misalnya di USA,tercermin dari pernyataansenator Schatz (salah satu pengusung kebijakan tersebut) “...Half of the products in American grocery stores contain palm oil and most of that is coming from illegally deforested land around the world....”.
Demikian juga di EU, sejak awal perancangan kebijakan tersebut EU telah menempatkan minyak sawit sebagai EU main driven of deforestation (embodied deforestation) (European Commission, 2013).
Sehingga tidak berlebihanjika ada pandangan yang mengatakan bahwakebijakan tersebut sesungguhnya dirancang untuk menekan perkembangan industri sawit global.
Formulasi kebijakan tersebut kemudian memunculkan pertanyaan kritis. Apakah benar denganimplementasikebijakan deforestation-freeminyak sawit tersebut dapat mengurangi deforestasi globaldalam produksi minyak nabati dunia? Tulisan pada artikel ini akan mendiskusikan jawaban pertanyaan tersebut.
Selain itu juga didiskusikan relevansikebijakan tersebutdengan tujuan, apakah benar kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi deforestasi atau sebaliknya, justru meningkatkan deforestasi global dalam penyediaan minyak nabati dunia.